Ketiga, LNM didakwa bersama DKP dan NS menyiasati penggunaan dana hibah tidak sesuai peruntukannya dan melaporkan dalam laporan pertanggungjawaban seolah-olah sesuai dengan RAB dalam proposal.
Fakta mengungkapkan bahwa LNM sama sekali tidak ikut serta dalam pengelolaan dana hibah. Pengelola dana hibah sepenuhnya adalah DKP dan NS dengan dibantu staf bernama Heru Susanto. Auditor BPKP pun berhubungan hanya dengan DKP dan NS, karena memang dua orang itu yang menjalankan dana hibah. Logikanya, bagaimana bisa orang yang tidak ikut serta dalam pengelolaan kegiatan bisa mengatur peruntukan dana dan detil kegiatan?
Keempat, LNM didakwa pada 2012 menggunakan dana hibah sekitar Rp5,3 miliar untuk membeli saham IPO Bank Jatim atas namanya.
Mari kita telaah dakwaan ini—yang sejatinya juga telah terbantahkan di persidangan. Saksi dari Bank Jatim, yaitu Sri Bondan dan Ella, dan DKP memang membenarkan bahwa LNM ingin membeli saham IPO Bank Jatim. Sebagai pengusaha Jatim, LNM mengikuti imbauan Gubernur Jatim Soekarwo yang saat itu mengajak dunia usaha Jatim untuk ikut membeli saham Bank Jatim. Saksi Ella kemudian meminta tanda tangan LNM untuk pembukaan rekening Bank Jatim serta pernyataan minat dan kuasa untuk mendebet dalam rangka pembelian saham IPO Bank Jatim.
Setelah beberapa waktu berlalu, karena berbagai kesibukan, LNM belum memproses kembali minat tersebut. Lalu saksi Sri Bondan dari Bank Jatim pada 5 Juli 2016 menghubungi saksi Edy Kusdaryanto yang merupakan staf LNM di Kadin Jatim.
Ketika itu, batas waktu pembelian saham Bank Jatim sudah mepet. Lalu DKP menghubungi LNM yang sedang melakukan kegiatan bisnis dan organisasi di luar Surabaya. DKP gagal menghubungi LNM. Lalu pada 6 Juli 2012, DKP atas inisiatifnya sendiri meminta kepada Edy Kusdaryanto untuk menyiapkan Bilyet Giro yang berasal dari rekening dana hibah Kadin yang waktu itu memang sudah ada tanda tangan LNM, kemudian DKP juga membubuhkan tanda tangannya serta menyuruh saksi Edy Kusdaryanto untuk pergi ke Bank Jatim menemui saksi Sri Bondan. Saksi Edy Kusdaryanto menyerahkan BG yang belum ada nominalnya tersebut kepada Sri Bondan untuk dipindahbukukan ke rekening LNM di Bank Jatim. Selanjutnya, yang mengisi nilai nominalnya adalah pihak Bank Jatim.
Saksi Edy Kusdaryanto (bagian keuangan Kadin Jatim) menyatakan, yang berhak menandatangani cek BG rekening Kadin Jatim, termasuk rekening dana hibah, salah duanya adalah LNM dan DKP.
Sudah menjadi kebiasaan di Kadin Jatim, agar tidak menghambat operasional keuangan, LNM selalu meninggalkan satu atau dua cek yang sudah ia tanda tangani apabila mau bepergian untuk kepentingan bisnis dan organisasi. Faktanya, pada 6 Juli 2012 tersebut, memang ada cek yang sudah bertanda tangan LNM, sehingga hanya membutuhkan tanda tangan DKP untuk mencairkan.
Lalu pada 9 Juli 2012, DKP bisa menghubungi serta menemui LNM. DKP melaporkan bahwa pada 6 Juli 2102, ia memakai dulu dana hibah Kadin Jatim sebesar Rp5,3 miliar untuk dipindahbukukan ke rekening LNM karena didesak oleh Bank Jatim, mengingat batas waktu pembelian saham IPO sudah mendesak.
Sebagai orang yang telah lama berkecimpung di dunia bisnis dan organisasi, LNM tentu saja paham bahwa tindakan DKP melanggar administrasi. Kemudian LNM membuat surat pernyataan utang dan siap mengembalikan dana yang dipindahbukukan tanpa sepengetahuannya tersebut.
LNM terbukti berkomitmen mengembalikan dana hibah yang dipindahbukukan tersebut sepenuhnya, dan itu sudah terealisasi pada 7 November 2012. Maka jelas bahwa sama sekali tidak ada fakta penggunaan dana hibah Kadin Jatim untuk pembelian IPO Bank Jatim.
Fakta sebenarnya adalah terjadi peminjaman sementara atas inisiatif sepihak oleh DKP, dan dana itu telah dikembalikan seluruhnya oleh LNM. Hal ini juga memaparkan fakta bahwa tidak ada kerugian keuangan negara. Ahli Prof. Edward Omar Syarif Hiariej menyatakan, jika pengembalian uang negara dilakukan sebelum penyidikan, maka tidak termasuk kategori merugikan keuangan negara.
Kelima, LNM didakwa telah membuat surat pengakuan utang dari dana hibah sebesar Rp 5,3 miliar yang seolah-olah dilakukan pada 6 Juli 2012, padahal menggunakan materai tempel yang dicetak oleh Peruri pada 11 Juni 2014.
Dalam hal ini, lagi-lagi jaksa mengabaikan fakta materiil yang terjadi sesungguhnya sebagaimana telah secara jelas disampaikan semua saksi. Jelas telah menjadi fakta persidangan bahwa LNM awalnya tidak tahu soal dana hibah yang dipindahbukukan ke rekeningnya. DKP-lah yang berinisiatif melakukannya.