Seiring perubahan DK KPU menjadi DKPP, UU No. 15 Tahun 2011 menetapkan DKPP bersifat tetap, struktur kelembagaannya lebih profesional, dan dengan tugas, fungsi, kewenangan menjangkau seluruh jajaran penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) beserta jajarannya dari pusat sampai tingkat kelurahan/desa.
DKPP juga merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu yang bertugas menangani pelanggaran kode etik (penyelidikan, verifikasi, pemeriksaan) dengan sifat putusan final dan mengikat (final and binding).
Keanggotaan DKPP pun dipilih dari unsur tokoh masyarakat (Tomas), professional dalam bidang kepemiluan, ditetapkan bertugas per-5 tahun dengan masing-masing 1 (satu) perwakilan (ex officio) dari unsur anggota KPU dan Bawaslu aktif.
Pada tahun 2017, melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, DKPP dipandang penting dikuatkan kesekretariatannya. Jika pada UU No. 15 Tahun 2011, kesekretariatan DKPP dibantu oleh Sekjen Bawaslu. UU No. 7 Tahun 2017 mengamanatkan kesekretariatan DKPP dipimpin langsung oleh seorang sekretaris.
Perintah tambahan lain di antarannya tentang Tim Pemeriksa Daerah (TPD), yang sebelumnya hanya dibentuk berdasarkan peraturan DKPP menjadi diamanatkan undang-undang meski bersifat ad hoc.
TPD berfungsi sebagai hakim di daerah guna membantu dan/atau menjadi hakim pendamping anggota DKPP dalam melakukan pemeriksaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di daerah.
Sampai pada tahun ketujuh, DKPP telah dinahkodai 2 periode keanggotaan; Pertama, periode 2012 – 2017 dengan ketua merangkap anggota Jimly Asshiddiqie beserta Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Valina Singka, dan Anna Erliyana yang menggantikan Abdul Bari Azed karena mengundurkan diri tahun 2013,
Ida Budhiati (unsur KPU) dan Endang Wihdatiningtyas yang pada Desember 2014 menggantikan Nelson Simanjuntak (unsur Bawaslu).
Kedua, periode 2017 – 2022, ketua merangkap anggata Harjono dengan anggota lain; Muhammad, Ida Budhiati, Teguh Prasetyo, Alfitra Salaam, Hasyim Asy’ari (unsur KPU), dan Ratna Dewi Pettalolo (unsur Bawaslu) dengan masa bakti 1 tahun dan selanjutnya digantikan Fritz Edward Siregar sejak 25 Juni 2018.
Selama 7 tahun, kinerja DKPP diwarnai penyelenggaraan pemilu/pilkada; 1) Pilkada tahun 2012 yang diikuti oleh 51 daerah, 2) Pilkada tahun 2013 di 124 daerah, 3) Pemilu DPR RI, DPD, DPRD dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, 4) Pilkada Serentak Tahun 2015 yang diikuiti 269 daerah, 5) Pilkada Serentak tahun 2017 dengan jumlah 101 daerah, 6) Pilkada Serentak Tahun 2018 yang dilaksanakan di 171 daerah, dan 7) Pemilu Serentak Pertama Tahun 2019 untuk memilih DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Banyaknya penyelenggaraan pemilu/pilkada dalam kurun 7 tahun berdirinya DKPP telah bersidang lebih dari seribu kali/perkara dari lebih dari tiga ribu pengaduan dugaan pelanggaran kode etik yang diterima dan diverifikasi formil dan materiil.
Dari jumlah perkara yang disidangkan, lebih dari 500 penyelenggara pemilu mendapat sanksi pemberhentian tetap.
Selebihnya, pemberhentian dari jabatan ketua, peringatan keras, peringatan biasa, dan rehabilitasi (update data dapat diungguh dari situs dkpp.go.id).
Konsekuensi etik, bagi penyelenggara pemilu yang telah menerima sanksi DKPP, akan menjadi pelajaran untuk tidak mengulanginya kembali karena sanksi DKPP berlaku berjenjang, mulai dari peringatan biasa, peringatan keras, peringatan terakhir, sampai pada pemberhentian tetap untuk pelanggaran kode etik berat.
Khusus untuk pemberhentian tetap, DKPP bertanggungjawab mengangkat marwah lembaga penyelenggara dengan mempersilahkan pihak yang menerima sanksi untuk tidak lagi menjadi penyelenggara pemilu, namun tidak membatasi kesempatan untuk bertugas di bidang/sektor lain, dengan harapan saknsi DKPP menjadi pelajaran penting menjaga etika pribadi, etika bermasyarakat, dan etika kelembagaan.
Terkait data-data penanganan perkara kode etik DKPP yang terus bertambah, Ketua DKPP Periode 2017-2022, Hardjono pada awal menahkodai lembaga ini menyampaikan optimisnya, seiring perjalanan waktu disertai perubahan undang-undang maupun peraturan yang lebih baik, ke depan penyelenggara pemilu pun akan lebih baik karena semakin berpengalaman.
Karena itu, mindset indikator keberhasilan DKPP adalah ke arah efektifitas putusan DKPP dan kepuasan pencari keadilan pemilu (justice seeker) bukan kuantitas perkara, karena pada titik itulah urgensi demokrasi substantif dalam pemilu akan tercapai.
Senada dengan sang ketua, para anggota DKPP menyambut positif dan optimis. Teguh Prasetyo yang berlatar belakang guru besar hukum pidana mengkampanyekan “pemilu bermartabat atau keadilan bermartabat”. Kata bermartabat menurutnya adalah roh dari cita-cita pemilu demokratis. Alfitra Salam yang berlatarbekang birokrat dan peneliti LIPI bertekad mengefektifkan pengembangan dan pendidikan kode etik bagi penyelenggara pemilu melalui program sosialisasi/publikasi, kerjasama penelitian (research) dengan dunia kampus, dan berbagai diskusi/seminar yang melibatkan semua stakeholder pemilu di seluruh Indonesia (bottom up). Menurut Muhammad (Ketua Bawasul 2012-2017) , pengalaman DKPP akan menjadi guru terbaik, ia pun memperioritaskan program-program preventif untuk mengukuhkan peran DKPP sebagai mitra lahirnya penyelenggara pemilu yang patuh dan taat aturan. Sementara itu, Idha Budiati (anggota KPU 2012-2017), juga menyatakan optimismenya, DKPP akan berkerja lebih baik dalam mengawal pemilu. Dalam kepentingan menegakkan kode etik, Hasyim Asy’ari (wakil KPU) menyatakan, DKPP akan bebas kepentingan (conflict of interest) dengan pihak-pihak berperkara (subjectum litis). Modalnya, menurut anggota DKPP unsur Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo adalah komitmen bersama di antara para penyelenggara pemilu untuk mengawal pemilu yang jujur dan adil (Jurdil). Sang pengganti Fritz Edwar Siregar pun menyatakan optimismenya, bahwa putusan DKPP sangat berpengaruh terhadap integritas penyelenggara Pemilu.
Inilah catatan singkat tentang sejarah, kinerja DKPP dalam kurun 7 tahun, dan harapan para anggota DKPP periode 2017-2022. Tanpa mengenal sejarah, tentu kita akan sulit menjadikannya sebagai pengalaman, dan pengalaman adalah guru terbaik untuk menatap masa depan lebih baik. Maka, tepat sekali pelajaran dari Edmund Burke (1729 – 1797), “Those who do not know history are destined to repeat it”.
Dirgahayu DKPP ke -7 (12 Juni 2019)
*) Stafsus DKPP