Megawati mengaku ingin menjawab, "Status quo yang saya inginkan adalah orang di luar tidak boleh masuk dan orang di dalam tetap di dalam untuk mempertahankan kantor DPP sampai ada pembicaraan."
Di lokasi kejadian, perundingan macet. Para petugas anti huru-hara bersenjata tameng membuat pagar betis.
Panser-panser diparkir di sekitar lokasi. Para pendukung Megawati tetap berada di dalam pagar.
Selain Kapolres, tampak pula Pangdam Jaya Mayjend TNI Soetiyoso dan Dandim Jakarta Pusat.
Massa yang berada di area kantor menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Seusai menyanyikan lagu "Indonesia Raya", sekitar pukul 08.40 WIB, tiba-tiba aparat membuka pagar betisnya dan memberi jalan bagi para penyerang berkaos merah.
Pintu ditutup massa yang berada di area kantor. Tapi petugas anti huru-hara dengan beringas mendobrak pintu utama dengan lima kali hitungan.
Setelah aparat bisa masuk, para penyerbu berkaos merah mengikuti. Massa pendukung Megawati berlarian masuk sampai ke ruang makan.
"Semua tiarap! Jangan bergerak! Diam! Jangan coba melawan!," teriak petugas.
Tiba-tiba massa yang berada dalam lingkar pagar betis petugas dikejutkan teriakan seorang penyerbu yang muncul dengan sebilah parang.
"Bunuh PKI-PKI yang ada di dapur!," teriaknya sembari menebas parangnya ke meja dan kaca-kaca.
Prang! Prang!, semua hancur.
Para pendukung Megawati yang bertahan di dalam gedung dianiaya, dipukuli, bahkan ada yang terkena sabetan parang penyerbu.
Komandan Jaga Satgas pendukung Megawati, Muslimin, dirantai dan diseret ke kendaraan.
Sejak dari ruang makan hingga keluar gedung ia dihujani pukulan oleh para penyerbu berkaos merah.
Selain menganiaya, merusak dan membongkar panggung yang ada di halaman kantor, para penyerbu juga menyiram bensin kemudian menyulutnya.