Tentu sangat rasional jika maskapai asing cukup terbang ke 5-8 bandar udara internasional daripada terbang langsung ke 30 bandara internasional di Indonesia.
Apalagi tingkat kedatangan turis asing ke 22 bandara internasional itu belum sesuai harapan. Yang terjadi, justru sebaliknya. WNI yang terbang langsung ke luar negeri justru lebih banyak.
Dalam hal pembatasan jumlah bandara internasional, kita perlu belajar dari negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang atau negara lain.
Amerika Serikat punya 2.180 bandara. Tapi, bandara internasionalnya hanya 150. Artinya rasio bandara internasional dan domestik 1:15.
Sedangkan Jepang punya 98 bandara, 5 diantaranya bandara internasional. Rasio bandara internasional dan domestik adalah 1:20.
Begitu juga Filipina yang punya 78 bandara, 4 di antaranya bandara internasional. Rasionya sama dengan Jepang yakni 1:20.
Indonesia punya 212 bandara, 30 di antaranya adalah bandara internasional atau dengan rasio 1:7.
Dengan memperhatikan faktor lain seperti jumlah penduduk, jumlah maskapai nasional, dan lain-lain, jumlah bandara internasional di Indonesia memang terlalu banyak.
Langkah Presiden Joko Widodo mengurangi jumlah bandara internasional di Indonesia tentu sangat relevan dan rasional.
Baik dipandang dari aspek kepentingan nasional dan semangat kebangsaan maupun dari sudut pandang komersial dan ekonomis.
Kebijakan ini sudah pasti menimbulkan resistensi bagi beberapa pihak yang selama ini cenderung memanjakan dan memberikan banyak kelonggaran untuk maskapai asing beroperasi di Indonesia.
Jika kita ingin menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tidak ada jalan lain kita harus benar-benar memegang kendali terhadap maskapai asing di Indonesia.
Pembatasan bandara internasional dan pembenahan bandara di Indonesia menjadi sangat penting karena bandara menjadi unsur vital Holding BUMN Pariwisata dan pendukungnya. Berfokus membatasi hanya 5 bandara sebagai bandara internasional adalah langkah rasional yang perlu segera direalisasikan.
Puluhan bandara lain meskipun tidak menyandang status bandara internasional tetap dipertahankan kualitas infrastruktur hingga layanannya supaya menjelma menjadi bandara udara domestik dengan kualitas layanan internasional.
Dengan ikhtiar ini, niscaya mampu memberikan layanan berkualitas internasional dengan sentuhan kearifan lokal dengan status tetap sebagai bandara domestik. Semoga.
* Dr. Ir. Agus Santoso MSc
Penulis adalah Analis Transportasi & Pariwisata dan pernah menjadi Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub dan Komisaris Garuda. Artikel ini sepenuhnya merupakan opini pribadi penulis.