Kehadiran sejumlah armada kapal induk di Laut Merah dan Laut Tengah menandai babak baru konflik kawasan yang sangat rentan berkobar.
Dari Yaman, kelompok Houti yang berkuasa tanpa ragu menjajal ikut terjun ke konflik Israel-Gaza. Beberapa kali Houthi melancarkan serangan rudal ke kota Pelabuhan Eilat, Israel.
Pembajakan dan serangan ke kapal-kapal terkait Israel dan sponsornya dilakukan milisi bersenjata Houthi di Selat Bab al-Mandeb yang sempit di Laut Merah.
AS didukung Inggris membalas aksi kelompok Houthi itu. Terbaru, kedua negara bersekutu ini menggempur sekurangnya 30 sasaran di Yaman sepanjang Sabtu-Minggu (3-4 Februari 2024).
Lebih jauh dari sekadar memerangi Houthi, Washington dan London kemungkinan akan melangkah lebih jauh; memantik konflik terbuka dengan Iran.
Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan serangan ke Yaman dan target Iran di Irak maupun Suriah, baru-baru ini hanyalah permulaan,.
AS bersama sekutunya menurut Sullivan, siap menghadapi kemungkinan meningkatnya ketegangan dengan Iran.
“Langkah-langkah itu ada yang akan terlihat, ada pula yang mungkin tidak terlihat,” imbuhnya. Ini mengindikasikan AS sudah melakukan upaya rahasia untuk menghadapi konflik langsung itu.
Tentu saja Israel akan sangat berkepentingan, dan tertarik untuk terlibat langsung dalam aliansi memerangi Iran ini.
Israel menjadi musuh bebuyutan Iran, dan berkali-kali melakukan serangan langsung ke target di Iran, termasuk menyerang instalasi nuklir dan membunuh pakar-pakar nuklir Iran.
Pemicu terbaru kemarahan AS adalah ketika sebuah drone asing menggempur pangkalan militer AS di dekat perbatasan Yordania-Suriah.
Tiga tentara AS tewas, lainnya luka-luka. Washington menimpakan kematian tentaranya itu ke Iran karena mereka mendanai kelompok penyerang.
Militer AS menggempur 80 sasaran di Suriah, menewaskan hampir 40 orang. Pentagon menyebut serangan di arahkan ke target kelompok teroris.
Skenario baru perang AS-Iran jika berkobar, sudah pasti akan membakar seluruh kawasan Timur Tengah.