oleh Marim Purba *)
TRIBUNNEWS.COM - Masih dalam bulan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), mahasiswa melakukan aksi terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di depan Biro Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
Dalam aksinya, mahasiswa menolak kenaikan UKT hingga 50 persen. Mereka mendesak Rektor USU Muryanto Amin mundur dari jabatannya karena dinilai membuat kebijakan yang semena-mena, seperti dikutip Tribun Medan, 10 Mei 2024.
Kenaikan UKT ini ternyata tidak hanya di USU, tapi juga banyak kampus perguruan tinggi negeri (PTN) lain seperti di UI, ITB, UGM, Universitas Riau dan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Di Universitas Negeri Riau (Unri), demo berbuntut penuntutan. Mahasiswa Unri bernama Khariq Anhar yang protes ketentuan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) dalam UKT dilaporkan oleh Rektor ke Polisi, katanya atas dugaan pelanggaran UU ITE.
Tingginya uang kuliah memang masalah klasik. Sejak lama orang tua mahasiswa mengeluh, karena UKT terus naik mencekik. Bagi orang tua kelompok berpendapatan menengah ke bawah sulit membayangkan anaknya akan kuliah.
UKT di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sudah mahal, dan lebih mahal lagi di perguruan tinggi swasta (PTS). Resolusi Hardiknas untuk penyesuaian uang kuliah yang terjangkau adalah suatu keniscayaan. Uang kuliah tak pernah turun, terus naik secara signifikan.
Di beberapa kampus ada kesan bahwa mahasiswa yang diterima melalui Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP)/ Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT (SNBT)/ Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), akan lebih murah uang kuliahnya dibanding dengan mahasiswa jalur Seleksi Mandiri (SM).
Tapi dalam kenyataannya hanya berbeda jalur masuk saja, uang kuliah tetap tinggi.
Dalam kasus di ITB misalnya, pernah SM-ITB tidak memakai ujian tes masuk seperti SIMAK UI; hanya memakai rapot SMA dan nilai UTBK, dan pembayaran pendaftaran sebesar Rp100 ribu.
Tapi ternyata uang kuliah tetap tinggi, karena perubahan kebijakan yang mendadak sempat ada protes melalui petisi di change.org.
Petisi tersebut berhasil melahirkan opsi penangguhan dan pengajuan keringanan dari laman web kuliah (SIX) untuk mahasiswa Seleksi Mandiri. Keringanan itu ternyata hanya untuk mahasiswa yang memiliki SKTM/KIP-K serta berasal dari daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Mahasiswa Mediocore Mid-Income
Tampaknya jalur SM bukan untuk mereka yang sekedar lulus test, tapi harus mahasiswa yang punya duit cukup. Karena jalurnya mandiri, diasumsikan orang tua mahasiswa dianggap mampu, dan harus punya modal yang cukup sebelum mengijinkan anaknya ikuti SM.
Alih alih membayar biaya kuliah, mahasiswa juga diharuskan bayar IPI. Mahasiswa SM dianggap sebagai sumber biaya untuk menyubsidi mahasiswa dengan jalur lain.