News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Apa Arti Surat Penangkapan Netanyahu, Gallant, Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh?

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Ketua sayap politik gerakan Hamas Yahya Sinwar

Ada semacam tindakan-tindakan kejahataan perang dan kejahatan kemanusiaan yang mendapatkan impunitas karena dilindungi negaranya.

Di Afghanistan dan Irak, pilot-pilot helikopter Apache AS pernah terekam melakukan penyerangan membabibuta dan pembunuhan massal terhadap target-target masyarakat sipil.

Sampai hari ini, para pelakunya tidak mendapat hukuman sepadan atas kejahatan perang yang dilakukannya.

Begitu pula penyiksaan sistematis di penjara Abu Ghraib Irak oleh militer AS, juga tidak pernah terjangkau hukum perang internasional.

Dalam konteks konflik Israel-Palestina, maka kemungkinan terbesar, tindakan ICC tidak akan pernah efektif menjangkau para tokoh yang diincar.

Keadilan nyaris absurd didapatkan lewat mekanisme peradilan internasional ini, sekalipun bukti-bukti faktual kejahatan mereka tak terbantahkan.

Kekuasaan dan kekuatan super power akan lebih berpengaruh. AS pasti akan melakukan segala daya upaya untuk mencegah perintah penangkapan ICC itu terjadi. Terutama usaha melindungi elite Israel.

Sebaliknya, akan dilakukan segala daya upaya untuk melemahkan, mendelegitimasi ICC, termasuk kemungkinan akan meriksak hakim dan jaksa penuntut ICC.

Kekuatan dan kekuasaan mereka masih lebih besar dari ICC, dan bahkan PBB yang disepakati sebagai organisasi tertinggi di dunia.

Realitanya, mahkamah kejahatan perang hanya bisa efektif setidaknya dalam dua konteks. Pertama, digelar oleh pihak yang memenangkan perang.

Kedua, diterapkan di negara-negara dunia ketiga yang tidak memberi dampak apa-apa ke negara-negara besar lain di dunia.

Contoh pertama terjadi di Jerman, ketika pasukan AS serta sekutu Eropa dan Rusia mengalahkan Nazi Jerman.

Nyaris semua  pemimpin militer dan Nazi Jerman diadili di pengadilan Nurenberg, dan dijatuhi hukuman mati dan hukuman berat lainnya atas dakwaan genosida.

Contoh kedua terjadi di bekas Yugoslavia dan beberapa konflik berdarah di Afrika. Eks pemimpin Serbia Slobodan Milosevic diadili di ICC dan meninggal di tahanan saat proses hukum berlangsung.

Contoh berikutnya, genosida di Rwanda yang pengadilan kejahatan internasionalnya digelar di Tanzania.

Seorang tokoh yang diyakini penganjur genosida etnis Tutsi oleh Hutu, Theoneste Bagosora, diadili dan dijatuhi hukuman berat dan akhirnya mati di penjara.

Dua contoh terakhir ini memperlihatkan bagaimana hukum kejahatan perang bisa diterapkan, hanya ke negara-negara yang lemah dan tidak berdampak ke negara besar.

Masih sulit membayangkan tangan mahkamah internasional ini bisa menyeret para tentara dan jenderal-jenderal serta pemimpin AS dalam kasus kejahatan perang di Irak, Yaman, Suriah, Afghanistan, dan banyak wilayah konflik lainnya.

Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani di Bandara Baghdad Irak atas perintah Presiden AS Donald Trump, dieksekusi Pentagon dan CIA, adalah contoh kongkret.

Qassem bertamu ke Irak atas undangan resmi elemen sah di negara itu, dan saat penyerangan terjadi bukan di medan pertempuran.

Sampai hari ini tidak ada satu pun pelakunya yang terjangkau hukum. Ini contoh faktual bagaimana hukum internasional tidak berlaku bagi pihak yang sedang superior.

Namun, apapun situasinya, langkah ICC ini patut dihargai, karena menunjukkan setitik harapan ada prospek positif penegakan keadilan di tengah suramnya konflik Palestina-Israel.

Tak hanya tertuju ke Israel, penempatan tokoh-tokoh Hamas sebagai target penangkapan ICC juga menunjukkan upaya untuk meredam perjuangan fatalistik kelompok Hamas.

Tidak semua penduduk Palestina adalah anggota dan simpatisan Hamas. Hamas juga bukan representasi Palestina.

Sementara korban jiwa di pihak Palestina juga bukan semuanya anggota dan simpatisan Hamas. Ada banyak di antara mereka yang hanya ingin eksis sebagai manusia Palestina belaka.

Manusia Palestina yang hidup dan tumbuh sebagai bangsa merdeka, hidup berdampingan dengan siapa saja, termasuk warga Yahudi Israel.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini