Dalam setiap misa, Paus Fransiskus selalu menekankan pesan kasih, pengampunan, dan perdamaian. Ia mengingatkan bahwa iman yang sejati adalah iman yang diterjemahkan dalam tindakan nyata, bukan sekadar ritual.
Kesederhanaan dan integritas Paus Fransiskus menjadi cermin yang memantulkan realitas dunia saat ini. Ketika banyak yang terjerat dalam korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan kebohongan, Paus menunjukkan bahwa kepemimpinan adalah tentang melayani dengan tulus dan hidup dengan integritas.
Integritas berarti menjadi jujur terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain, bersikap adil, dan menolak segala bentuk penindasan dan ketidakadilan.
Di tengah kompleksitas dunia modern, di mana isu-isu seperti perubahan iklim, krisis kemanusiaan, dan ketidakadilan sosial menjadi semakin nyata, Paus Fransiskus hadir sebagai suara moral yang mengingatkan kita untuk tidak lupa pada tanggung jawab kita sebagai manusia. Laudato Si', ensikliknya tentang lingkungan, adalah seruan kuat untuk merawat "rumah bersama" kita.
Ia menekankan bahwa masalah lingkungan adalah masalah moral, karena dampak dari kerusakan lingkungan paling dirasakan oleh mereka yang paling rentan.
Sementara di Indonesia tanpa malu, pemerintah memperbolehkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) diberikan kepada sejumlah ormas keagamaan, yang diterima dengan manis oleh NU dan Muhamaddiyah.
Isu-isu lingkungan dan ketidakadilan sosial juga menjadi tantangan besar, kehadiran Paus Fransiskus mengingatkan kita untuk lebih peduli.
Ia menantang kita untuk memikirkan ulang cara kita memperlakukan alam, sumber daya, dan sesama manusia.
Sebagai bangsa, kita ditantang untuk hidup lebih berkelanjutan dan lebih adil, baik terhadap lingkungan maupun terhadap sesama.
Salah satu momen penting dalam kepemimpinan Paus Fransiskus adalah penandatanganan Dokumen Abu Dhabi pada 4 Februari 2019.
Dokumen ini, yang ditandatangani bersama Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb, adalah deklarasi bersejarah yang mengedepankan perdamaian dunia dan hidup harmonis di antara umat beragama.
Dokumen ini menegaskan pentingnya dialog dan saling pengertian, serta mengecam segala bentuk kekerasan dan ekstremisme atas nama agama. Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb mengajak seluruh umat beragama untuk bersama-sama membangun dunia yang lebih damai dan toleran.
Dokumen Abu Dhabi adalah bukti nyata dari komitmen Paus Fransiskus terhadap dialog antaragama. Ini bukan hanya tentang teori, tetapi tentang tindakan nyata untuk menciptakan perdamaian.
Dengan menandatangani dokumen ini, Paus Fransiskus menunjukkan bahwa keberagaman agama tidak perlu menjadi sumber konflik, melainkan bisa menjadi sumber kekayaan dan kesempatan untuk saling belajar dan memahami. Di Indonesia, yang dikenal dengan pluralisme agamanya, Dokumen Abu Dhabi bisa menjadi inspirasi untuk memperkuat komitmen terhadap harmoni antaragama dan toleransi.