News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Mewujudkan Persaingan Usaha Sehat di Sektor Otomotif  Melalui Penerapan UU Nomor 5 Tahun 1999

Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengunjung melihat pameran otomitif bertajuk GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) Bandung 2024 di Sudirman Grand Ballroom, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/9/2024). Pameran yang akan berlangsung hingga 29 September 2024 tersebut memamerkan 18 merek kendaraan bermotor roda empat, sejumlah kendaraan roda dua, dan juga beberapa merek industri pendukung. Dipilihnya Bandung sebagai lokasi penyelenggaraan GIIAS didorong oleh daya tarik kota ini dalam pasar otomotif nasional. Berdasarkan data sebaran kendaraan bermotor GAIKINDO, Jawa Barat tercatat sebagai salah satu provinsi dengan kontribusi terbesar, menduduki posisi dua besar dalam pencapaian sebaran otomotif nasional pada periode Januari-April 2024, dengan kontribusi hampir 16 persen dari total capaian di Indonesia. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Hal inilah patut memperoleh perhatian dari pemerintah, stakeholder terkait, dan pemilik merek maupun dealer.

Posisi dominan prinsipal mampu mendikte seluruh sub-kontrak dalam market domestiknya. Kekuatan ini dilakukan melalui perjanjian antara prinsipal dengan para dealer.

Meskipun dikenal sebagai hal yang mungkin terjadi, tetapi kebijakan eksklusif berpotensi menyebabkan distrosi pasar. Terutama jika prinsipal membatasi ruang gerak investor melalui perjanjian sepihak.

Potensi Pelanggaran

Perilaku-perilaku ini berpotensi melanggar norma persaingan usaha sehat. Melalui perjanjian dimungkinkan terjadi pembatasan oleh prinsipal terhadap mitra-mitranya.

Posisi dominan prinsipal memiliki potensi untuk melakukan praktik abuse.

Kepentingan melawan persaingan dengan kompetitornya melalui pembatasan produk pesaing dapat diwujudkan melalui para mitra-mitra sub, salah satunya dealer, unit bisnis independen yang menjadi salah satu faktor kunci mewujudkan pasar yang kompetitif. 

Potensi lain yang membuat industri ini tidak kompetitif adalah perilaku membatasi lewat perjanjian eksklusif (perjanjian tertutup) yang seharusnya melindungi aspek kekayaan intangible prinsipal seperti merek, lisensi, copyright, serta rahasia bisnis agar tidak disalahgunakan.

Namun, perjanjian eksklusif tidaklah tepat jika dilakukan untuk merampas kebebasan berkehendak para dealer dalam mengembangkan bisnis. 

Larangan kebebasan juga terwujud dalam larangan bagi investor dealer untuk mendirikan badan usaha baru terkait dengan pesaing prinsipal.

Ini membuat dealer yang memiliki kebutuhan kepada prinsipal terpaksa menandatangani perjanjian yang memberatkan dan merugikan. 

Cara-cara menghambat prinsipal merek tertentu lewat pengikatan para dealer secara eksklusif, membuat persaingan tidak sehat dan menutup peluang usaha investor dealer yang ingin mendirikan badan usaha baru dengan menjual merek yang berbeda.

Larangan terkait perjanjian tertutup diatur dalam Pasal 15 UU No. 5/1999, yang memastikan bahwa masih ada kebebasan berkehendak bagi para pihak yang mengikatkan diri.

Antar pihak yang mengikatkan diri masih diberi ruang memutuskan kepada siapa barang akan dipasok kembali.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini