Inalum Buka-bukaan soal Divestasi Freeport dan Isu Lingkungan
Inalum harus membayar sebesar US$ 3,85 miliar untuk bisa memiliki saham mayoritas di PTFI
Editor: Sanusi
Yakni soal penyelesaian isu lingkungan yang nantinya akan dilampirkan dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), persetujuan atas perubahan anggaran dasar PTFI, dan kelengkapan administrasi berupa perizinan yang perlu diperoleh FCX. Yaitu berupa pelaporan persaingan usaha (anti-trust filing) di lima negara, yakni Republik Rakyat Tiongkok, Indonesia, Jepang, Filipina dan Korea Selatan. Dimana kesemuanya harus selesai sebelum Desember.
“Iya. Dalam wewenang kita itu hanya transaksi payment-nya saja, yang lainnya itu antara freeport dan lembaga-lembaga negara yang lainnya. Kalau kita sekarang posisinya sangat yakin bahwa (pendanaan itu) bisa kita peroleh,” jelasnya.
Lebih lanjut, Head of Corporate Communications Inalum Rendi A. Witular berujar, pihaknya sangat optimistis pendanaan itu akan bisa cair sesuai target tanpa hambatan. Bahkan ia mengklaim, adanya penandatanganan antara Inalum dan Freeport-McMoran (FCX) menjadi bukti bahwa komitmen pendanaan itu sudah ada.
“Kalau FCX aja mau tanda tangan sama kita, berarti kan FCX yakin kita dapat pendanaan. Kalau waktu itu Inalum belum dapat komitmen pendanan, ya mana berani kita teken, reputasi kita bisa rusak dong,” kata Rendi kepada Kontan.co.id, Jum’at (19/10).
Menurut Rendi, pembiayaan lewat perbankan ini adalah opsi yang dipilih karena dinilai sebagai cara pembiayaan yang paling murah. “Opsi-nya kan ada dari perbankan, ada juga dari bond. Nah, kan kita lihat-lihat nih mana yang menguntungkan, kita cari pembiayaan yang murah,” jelasnya.
Sebelumnya, Rendi juga bilang, pemilihan sejumlah bank asing tersebut juga mempertimbangkan soal upaya menjaga stabilitas kurs rupiah, dan bunga yang lebih kompetitif. Ia pun mengklaim, bahwa tidak ada jaminan aset atau saham Inalum di dalam pinjaman ini. “Tidak ada yang dijadikan jaminan, karena pemberi pinjaman tahu kalau bisnis Freeport mengungtungkan,” katanya.
Namun, Rendi tidak menjelaskan apakah pihaknya memiliki opsi pendanaan lain jika pembiayaan dari bank ini menemui hambatan. Ia juga mengungkapkan, bahwa pihaknya tak memiliki opsi untuk merogoh kocek dari anggota holding industri pertambangan lainnya, yakni PT Bukit Asam, Aneka Tambang dan PT Timah. “Nggak ada andai-andai terhambat. Nggak ada opsi ngambil (dari anggota holding) segalam macam,” jelasnya.
Sementara selepas penandatangan SPA lalu, saat ditanya wartawan, Budi Gunadi menyebut bahwa jika dibutuhkan, bisa saja memakai kas internal Inalum sekitar US$ 1,5 miliar. “Kita bisa penuhi dari bantuan keuangan. Kalau dibutuhkan kita bisa pakai. Kita punya kas internal mendekati US$ 1,5 miliar,” kata Budi.
Di sisi lain, dari pinjaman sebesar US$ 3,85 miliar itu, Rendi menjelaskan bahwa Inalum akan memberikan pinjaman sebesar US$ 900 juta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Papua. Dana itu diperuntukkan sebagai pembayaran bagi 10% saham Pemda Papua yang diambil dari 51% saham Inalum setelah divestasi terealisasi.
Soal pelunasannya, Rendi menyebut itu akan dilakukan melalui cicilan yang diambil dari pembagian dividen yang nantinya akan diperoleh oleh Pemda Papua. Ia mengklaim, hal tersebut tidak akan memberatkan karena Inalum akan mengalokasikan dividen lebih banyak dari cicilannya.
Namun, soal lama pengembalian, ia tak mau membeberkannya. “Cicilannya nanti tidak akan bebani pemda karena alokasi dividennya lebih banyak. Kami nggak mau semua dividen untuk bayar cicilan,” katanya.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Meski ada persoalan lingkungan, Inalum yakin pembiayaan divestasi sesuai target