Kisah Noviyanto, Penggagas Pabrik Keju Lokal dari Boyolali, Produk Menasional Rasa Internasional
Inilah kisah Noviyanto, penggagas pabrik keju lokal. Produknya sudah menasional dengan citarasa internasional.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Pravitri Retno W
Diketahui, Boyolali merupakan daerah penghasil susu terbesar di Jawa Tengah.
Sayangnya, produksi susu yang berlimpah tidak dibarengi dengan pengelolaan yang maksimal.
Oleh karenanya, pemerintah daerah (pemda) melalui Bappeda menggandeng DED.
"Tahun pertama mendampingi Mr Ben, tahun 2008, kami survei dan membuat laporan kepada bupati berupa pemetaan mana daerah yang kualitas susunya baik, mana yang tidak," ujar Noviyanto.
Tahun kedua, tepatnya 2009, mulailah Noviyanto dan Benjamin Siegl mencoba mengolah susu menjadi keju.
Ada alasan kenapa keduanya memilih keju sebagai produk turunan dari susu. Makanan ini memiliki unsur susu paling banyak dan selalu dibutuhkan oleh pengusaha kuliner.
Keduanya juga mengusulkan, pemda membuat satu unit usaha baru pengelolaan susu.
Namun, karena membuat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dirasa sulit, Noviyanto memutuskan membentuk koperasi.
"Waktu itu, saya bilang, 'saya izin bikin koperasi, ya, Pak'," ucap Noviyanto menirukan ucapannya kala itu.
Anggota koperasinya adalah teman-teman Noviyanto.
Ia juga melibatkan peternak serta sejumlah stakeholder seperti Dinas Peternakan serta pihak yang berkaitan dengan pengelolaan susu.
Bidik Kalangan Ekspatriat
Untuk pemasaran awal, Noviyanto membidik sejumlah kafe di Solo lantaran para ekspatriat berkumpul setiap akhir pekan.
Bahkan lewat Benjamin Siegl pula, Noviyanto mengenal sejumlah warga asing yang kini menjadi pelanggan tetapnya.
"Setiap akhir pekan, kami jualan dari kafe ke kafe. Waktu itu, Mr Ben masih di sini, kasih tahu, 'nanti kalau saya sudah pulang, bisa hubungi ke sini (Noviyanto, red) kalau butuh keju'," kata Noviyanto.
Akhirnya, setelah Benjamin Siegl kembali ke Jerman pada 2010, Noviyanto memilih untuk meneruskan usaha tersebut dan mendirikan Pabrik Keju Indrakila.
Pada awal produksi, Noviyanto hanya mampu mengolah 20 liter susu.
Seiring berjalannya waktu, jumlah tersebut terus meningkat hingga saat ini, Noviyanto sukses mengolah 1000 liter susu.
"Kalau pas lagi ramai atau musim liburan seperti sekarang, bisa sampai 3000 liter," ujar pria berusia 40 tahun tersebut.
Area pemasaran keju Indrakila juga telah sampai di tingkat nasional.
Pembeli keju di antaranya pemilik restoran atau hotel yang membutuhkan keju sebagai bahan masakan, terutama kalangan ekspatriat di Bali dan Yogyakarta.
Kelebihan keju lokal buatan Indrakila, lanjut Noviyanto, memakai bahan baku 100 persen susu sapi sehingga tahan lama bila disimpan di lemari es.
Selain itu, rasa kejunya lebih segar dan berbeda karena dibuat dengan susu lokal. Rasa inilah yang disukai kalangan ekspatriat.
Ada beberapa jenis keju yang diproduksi Indrakila, yaitu mozarella, feta, mountain, mountain chili, feta black pepper, feta olive oil, dan boyobert.
Ada cerita tersendiri tentang jenis keju yang terakhir disebut.
Keju boyobert merupakan varian kreasi Indrakila yang terinspirasi dari keju asal Italia, camembert.
Oleh Noviyanto, keju camembert dibuat versi lokalnya menjadi boyobert yang merupakan singkatan dari Boyolali-bert.
Harga yang dipatok Noviyanto untuk produk kejunya pun cukup kompetitif, antara Rp 125 ribu hingga Rp 200 ribu per kilogram, tergantung jenis kejunya.
Rangkul Pengusaha Lain jadi Mitra
Kesuksesan Noviyanto dalam mengembangkan pabrik keju yang diraih, tak membuatnya lupa diri.
Selain memberdayakan warga sekitar pabrik untuk bekerja dengannya, Noviyanto juga merangkul sejumlah mitra untuk ikut mengembangkan usaha.
Suami dari Rif'atul Khoriyah ini membuka lebar kesempatan pengusaha lokal lain untuk ikut menjualkan produk olahan susu di tokonya.
Alhasil, produk yang dijual di toko Indrakila tak melulu hanya keju. Ada nugget keju, es krim, yoghurt, sempol, permen susu, hingga sabun susu.
"Jadi konsepnya, teman-teman pengusaha di Boyolali boleh menjual produk olahan susu selain keju di toko."
"Ada pula yang membuatkan produk turunan dari keju Indrakila sesuai usaha mereka," kata Noviyanto.
Hal ini dilakukan Noviyanto agar pengusaha lain bisa ikut mengolah dan mengembangkan produksi susu yang sangat berlimpah dari Boyolali.
"Lama-lama, kalau kita nggak bergerak (dalam usaha pengembangan susu) malah hanya jadi penonton," kata dia.
Pabrik Sempat Digusur
Sama seperti pengusaha lainnya, jatuh bangun dalam membangun usaha tentu pernah dialami Noviyanto.
Tak sedikit uji coba pembuatan keju berujung kegagalan yang dirasakan alumni Arsitektur, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini.
Satu yang paling diingat Noviyanto, saat pabrik pertamanya yang berada di Dukuh Karangjati, Desa Karanggeneng, Boyolali ikut digusur karena proyek jalan tol Semarang-Solo.
Beruntung saat itu, ada lomba kewirausahaan dari sebuah bank yang berhadiah dana pinjaman senilai Rp 1 miliar. Noviyanto ikut dan lolos.
Hadiah tersebut dipakainya untuk membeli sebidang tanah dan mendirikan bangunan di Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali.
Nah, bangunan inilah yang kemudian menjadi Pabrik Keju Indrakila hingga sekarang.
Persoalan lain yang pernah dialami Noviyanto saat produknya hendak mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Butuh waktu lama bagi Noviyanto untuk mengurus perizinan tersebut agar produknya bisa beredar di pasaran.
Sebab ia harus mematuhi segala aturan dan standar yang ditetapkan lembaga itu. Mulai dari standar produk, tempat pengolahan, uji laboratorium, dan lainnya.
"Kalau hanya mengurus sertifikatnya, setengah tahun bisa selesai. Sementara untuk menuju ke sana, butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit," ujar dia.
Namun, pelan-pelan, ayah dua anak tersebut berhasil melalui tahapan yang disyaratkan.
Kini, produk kejunya sudah mendapatkan izin dari BPOM.
Noviyanto tak menampik keberhasilannya mengurus perizinan dan perkembangan usaha tak lepas campur tangan pemerintah daerah lewat dinas terkait.
"Jadi dinas ikut mendampingi dan membantu proses perizinan. Ketika dinas mau mendampingi, ya kita, sebagai pelaku usaha juga wajib ikut bergerak," ujar dia.
Menurut Noviyanto, bersinergi dengan dinas bisa ditiru atau menginspirasi pelaku usaha lain untuk bersemangat melakukan hal serupa.
Noviyanto mengaku tak pernah meminta bantuan dari dinas dalam bentuk materi. Satu-satunya sokongan yang ia dapat adalah bantuan berupa teknis dan perizinan.
Bukan tanpa sebab kenapa Noviyanto enggan memanfaatkan bantuan alat andai diberikan. Menurutnya, bantuan tersebut terkadang tak sesuai dengan kebutuhannya.
"Misal ada bantuan alat, ternyata spesifikasi atau kemampuannya tidak sesuai dengan kebutuhan kami."
"Ketimbang mubazir, tidak digunakan, alangkah lebih baik diberikan kepada yang lain, yang lebih membutuhkan," kata dia.
Hal inilah yang membuat Noviyanto mendesain sendiri sejumlah alat dan mesin yang kini dipakai Pabrik Keju Indrakila dalam mengolah susu.
Noviyanto juga membeberkan sejumlah tantangan yang selama ini ia hadapi selama mengembangkan usaha keju Indrakila.
Tak lain menghadapi sejumlah kompetitor yang sebagian besar berasal dari luar negeri.
Di sisi lain, Noviyanto juga harus terus menjaga kualitas keju, tapi dengan harga yang kompetitif.
"Kalau masalah modal sudah jelas, itu bukan lagi tantangan. Memang seharusnya kayak gitu. Artinya, kalau produknya mau besar, ya harus rela mengeluarkan modal lebih," ujar dia.
Raih Penghargaan dari Astra
Berkat usaha dan kerja keras yang dilakukan Noviyanto, kini pabrik keju Indrakila menjadi satu produsen keju lokal yang dikenal banyak kalangan.
Noviyanto mengaku, sudah mengirimkan produk kejunya ke hampir semua pulau besar di Indonesia.
"Pernah kirim sampai ke Papua, tapi untuk penjualan terbesar, 80 persennya masih di Jawa dan Bali," kata Noviyanto.
Tak hanya itu, Noviyanto juga diganjar sejumlah penghargaan, satu di antaranya dari PT Astra International Tbk.
Ia sukses menjadi pemenang SATU Indonesia Award (SIA) 2012 kategori Kewirausahaan.
Noviyanto tak pernah menyangka akan meraih penghargaan ini.
"Saat itu, sistemnya masih dikirimkan oleh media. Saya dihubungi dari media Tempo, diajukan untuk ajang SATU Indonesia Award," kisah Noviyanto.
Dari ajang inilah, pintu kesuksesan Noviyanto semakin terbuka lebar.
Noviyanto harus melalui sejumlah seleksi mulai wawancara hingga pihak Astra melakukan kunjungan ke pabriknya.
Setelah melalui proses seleksi yang sangat ketat, Noviyanto terpilih menjadi satu pemenangnya.
"Hadiahnya saya belikan mobil sebagai moda transportasi. Saat itu, kami belum memiliki kendaraan untuk mengirimkan produk," kata Noviyanto.
Selain hadiah berupa uang pembinaan, keuntungan lain yang didapat Noviyanto setelah meraih penghargaan dari Astra, produknya semakin dikenal luas. Terlebih dengan banyaknya pemberitaan yang ia terima.
Ia juga kerap mendapat undangan menjadi narasumber atau ikut mendampingi pelaku usaha lainnya.
Tak hanya berhenti di Indrakila, Noviyanto kini mengembangkan usaha serupa di Desa Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Ia mengandeng sejumlah kalangan, termasuk Astra yang membantu peralatan serta desa setempat lewat BUMDes.
Sementara Noviyanto membentuk sebuah CV yang berperan sebagai pihak ketiga dan bertugas melakukan penjualan keju.
Hasil penjualan pun dibagi antara BUMDes dengan CV-nya.
Pelajaran lain yang dipetik Noviyanto saat menjadi pemenang SIA 2012, ia terinspirasi bagaimana cara dan semangat Astra membesarkan usahanya.
"Dari yang awalnya dirintis hanya empat karyawan, kini bisa jadi sebesar itu dengan jumlah karyawan yang mencapai ribuan."
"Kalau melihat usaha yang kami jalani sekarang, fine-fine saja."
"Menurut saya, usaha Indrakila dan proses yang kami jalani sekarang, menuju ke arah semangat yang sama dengan Astra," tutupnya. (*)