UU Perlindungan Pekerja Migran Dimasukkan ke RUU Cipta Kerja, PKS: Selesaikan Dulu PR Kemarin
Sebelumnya pemerintah mengklaim RUU Cipta Kerja sudah hampir rampung dan akan segera disahkan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mempertanyakan mengapa pengaturan tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara tiba-tiba masuk dalam muatan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Apalagi, sebelumnya pemerintah mengklaim RUU Cipta Kerja sudah hampir rampung dan akan segera disahkan.
"Sementara pasal-pasal di bidang ketenagakerjaan lainnya khususnya pengaturan pekerja di Indonesia masih banyak yang kontroversial dan mendapat banyak penolakan terutama dari kalangan pekerja sendiri."
"Lalu tiba-tiba justru memasukan pengaturan tentang perlindungan pekerja migran," ujar Mufida, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/9/2020).
Baca: Pakar Hukum Tata Negara: Omnibus Law Cuma Buang-buang Waktu dan Biaya
Menurut Mufida, pengaturan perlindungan pekerja migran sudah ada dan cukup baik dalam Undang-Undang yang relatif baru yaitu UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Sehingga seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah segera membuat peraturan turunan dari UU Perlindungan PMI tersebut melalui Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Ketenagakerjaan untuk pengaturan lebih detail dan teknis dari apa yang sudah ada di UU No. 18 Tahun 2017.
Baca: Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Kepentingannya Tak Diakomodir Dalam RUU Cipta Kerja
Dengan demikian, Mufida menilai upaya perlindungan PMI bisa lebih maksimal. Apalagi masih banyak kasus-kasus yang dialami oleh PMI baik di luar negeri.
"Selesaikan dulu pekerjaan rumah peraturan turunan dari UU No. 18 Tahun 2017. Buatkan aturan yang memberikan perlindungan maksimal bagi PMI kita, sejak dari dalam negeri maupun setelah bekerja di luar negeri. Masih banyak persoalan perlindungan PMI yang belum terselesaikan, alih-alih memasukannya dalam RUU Cipta Kerja," jelasnya.
Politikus PKS tersebut juga mempertanyakan apa filosofi memasukan aturan perlindungan PMI ini ke dalam RUU Cipta Kerja yang kontroversial.
Karena selama ini gembar-gembor pemerintah, kata dia, adalah Omnibus Law Cipta Kerja ini bertujuan untuk menarik investasi khususnya dari luar negeri. Sehingga menjadi kurang relevan memasukan isu Perlindungan PMI ke dalam RUU Cipta Kerja ini.
"Untuk RUU Cipta Kerja ini lebih baik pemerintah fokus pada muatan pengaturan tentang ketenagakerjaan di dalam negeri agar lebih memperhatikan aspirasi pekerja dan memberikan kenyamanan bagi para pekerja lokal di dalam negeri," kata dia.
Di sisi lain, Mufida mencatat perubahan dalam UU PPMI yang akan diatur ulang dalam RUU Cipta Kerja. Dia menerangkan ada keinginan untuk menghilangkan peran kementerian terkait penerbitan izin perusahaan penempatan PMI/P3MI atau surat izin P3MI ke lembaga pemerintah yang lainnya.
Bagi Mufida, hal tersebut justru akan mengurangi pengontrolan terhadap P3MI. Karena lembaga yang disebut dalam usulan itu sebagai "pemerintah pusat" bisa jadi lembaga umum yang tidak mengerti terhadap permasalahan PMI karena menjadi lembaga yang sangat umum mengurus izin perusahaan umum lainnya.
Terkait perpanjangan izin P3MI ingin dihapuskan karena persyaratan perpanjangannya, menurutnya hal itu akan berdampak buruk terhadap kontrol terhadap kinerja P3MI, termasuk evaluasi, data dan kinerja.
"Ini penting agar pengiriman PMI bisa lebih terkontrol, karena 80 persen permasalahan PMI di luar negeri karena proses rekrutmen PMI yang buruk," tandasnya.