Koordinator Pengusaha Warteg: Janji Insentif Pemerintah Cuma Pencitraan, Daya Beli Nyungsep
Hampir separuh pengusaha warteg Jabodetabek sudah pulang, balik, sudah mudik, karena tidak ada yang diharapkan dari pemerintah.
Editor: Choirul Arifin
Apa alasan sebagian besar pengusaha Warteg yang mudik? Jika tidak mudik, apa alasannya?
Di Jakarta ini kehidupan yang semakin susah, warga kecil, dia punya kampung. Dia harus menghidupi keluarganya di kampung, dan harus bertahan hidup di Jakarta.
Sehingga, pada momen mudik ini mereka pulang untuk melepas kerinduan. Itu yang pertama.
Kedua mudik ini sebelum tanggal enam, jadi spend satu minggu, mereka yang mudik harus melepas usahanya.
Biasanya di masa yang normal mereka tiga hari atau di hari bahkan mau lebaran dia bisa pulang. Ini sebelum tanggal 6 Mei mereka harus pulang karena mengikuti aturan pemerintah.
Mereka harus mengikuti Pemerintah karena mereka adalah rakyat biasa yang tidak punya daya.
Sementara melihat para WNA masuk Indonesia dengan berbondong-bondong sementara rakyat sendiri dilarang untuk bertransportasi dari satu titik ke titik yang lain (bepergian). Ini adalah menyangkut masalah keadilan.
Sebagai koordinator pengusaha warteg Jabodetabek, apakah Anda juga berencana mudik?
Saya tidak pulang karena kondisi Pemerintah yang seperti ini. Sehingga saya memilih untuk tidak mengambil risiko, sehingga saya stay di Jakarta dan saya bisa menahan diri.
Saya juga menjaga semua kesehatan pengusaha warteg, karena bagaimanapun hidup harus berlanjut. Baik ada Pemerintah ataupun tidak.
Kita harus melanjutkan kehidupan kita berdagang sehingga kita bisa menghidupi keluarga apapun yang terjadi.
Jumlah pemilik usaha warteg Jabodetabek yang sudah mudik ada berapa banyak?
Pengusaha warteg Jabodetabek mudik mungkin karena tidak ada insentif dari pemerintah yang menarik agar warga komunitas warung Tegal tidak mudik.
Mereka hanya melarang, melarang, tapi tidak ada insentif yang diberikan pemerintah kepada warteg.