Dampak Perang Rusia-Ukraina bagi Indonesia, Harga Mi Instan hingga Pupuk Bisa Melonjak
kenaikan harga gandum cepat atau lambat akan berdampak pada konsumen di Indonesia
Editor: Sanusi
"Komsumen juga menanggungnya misalnya pada kredit kendaraan bermotor yang naik, KPR juga akan lebih mahal, jadi konsekuensinya ke sana," tutur Bhima.
Kenaikan bunga pinjaman itu, kata dia, adalah "konsekuensi logis" dari situasi saat ini.
Indikasi-indikasinya pun telah terlihat di tataran global, misalnya dengan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat menjadi tiga hingga empat kali lipat dan inflasi tinggi di negara-negara maju.
Apa yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia?
Ada sejumlah hal yang dinilai Bhima bisa dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi dampak ekonomi perang Rusia-Ukraina di dalam negeri.
Situasi bisa menjadi lebih buruk apabila eskalasi perang Rusia-Ukraina menjadi lebih lama dan harga minyak mentah menembus US$120 (Rp1,72 juta) per barrel.
Pemerintah diminta menambah dana kompensasi kepada Pertamina dan PLN agar harga BBM dan tarif dasar listrik tidak naik hingga akhir tahun.
"Kekuatan APBN sebetulnya cukup karena sekarang pemerintah lagi diuntungkan dengan pendapatan negara yang naik karena batu bara dan sawit, estimasinya ada Rp111 triliun, jadi bisa subsidi silang," jelas dia.
Kemudian pemerintah juga diminta menambah subsidi energi bagi elpiji dan BBM. Anggaran untuk subsidi itu saat ini berkisar Rp134 triliun, tetapi diharapkan bisa bertambah menjadi Rp180-Rp200 triliun.
Selain itu, pemerintah juga diminta tidak buru-buru menarik bantuan sosial dan bantuan ekonomi yang diberikan selama pandemi.
Perekonomian Indonesia masih perlu waktu untuk bangkit setelah dihantam krisis ekonomi akibat pandemi.
Pendapatan masyarakat disebut belum sepenuhnya pulih, sehingga kenaikan harga komoditas yang terjadi akibat perang di Ukraina, akan semakin menekan daya beli mereka.
"Kalau intervensi itu bisa berjalan, saya yakin dampaknya tidak akan seburuk di luar negeri," kata Bhima.