Rupiah Ditutup Melemah Rp 15.800 Per Dolar AS, Ini Sentimen Pemicunya
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah 17 poin atau 0,10 persen menjadi Rp 15.800 per dolar AS di pasar spot Senin (25/3/2024).
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah 17 poin atau 0,10 persen menjadi Rp 15.800 per dolar AS di pasar spot Senin (25/3/2024).
Pagi tadi nilai tukar rupiah di pasar spot dibuka melemah di level Rp 15.786 per dolar Amerika Serikat (AS).
Mata uang garuda terkoreksi tipis 0,02 persen dibanding penutupan Jumat (22/3/2024) di Rp 15.783 per dolar AS.
Baca juga: IHSG dan Rupiah Kompak Lesu di Awal Sesi Perdagangan
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan pelemahan rupiah pada penutupan hari ini dipengaruhi sentimen The Fed yang mempertahankan suku bunga semalam antara 5,25 persen-5,5 persen dan terjebak dalam proyeksi tiga kali pemotongan pada akhir tahun.
Namun pihaknya juga mengatakan pihaknya tidak akan melakukan pemotongan sampai mereka yakin bahwa inflasi akan menurun secara berkelanjutan menuju target 2 persen.
“Sekitar 84 basis poin pemotongan diperkirakan terjadi pada tahun ini jauh lebih rendah dibandingkan sekitar 160 basis poin pada awal tahun ini namun lebih tinggi dari awal minggu ini seiring dengan semakin menguatnya pertaruhan penurunan suku bunga,” ucap Ibrahim.
Sedangkan sentimen internal dipengaruhi oleh pasar yang terus mengamati Surplus Neraca Dagang Indonesia yang terus menunjukkan tren penurunan beberapa waktu terakhir ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Bahkan, jika produk-produk impor yang tak terdaftar yang masuk ke Indonesia lebih banyak ketimbang yang terdaftar.
Sedangkan, produk-produk yang masuk ke Indonesia dari luar negeri bisa saja adalah produk ilegal berupa tekstil dan sebagainya yang sebenarnya banyak sekali masuk ke Indonesia.
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Kembali Berakhir di Zona Merah ke Level Rp 15.481 per Dolar AS
“Pola yang seharusnya terjadi adalah jika nilai ekspor positif, maka nilai impornya juga akan positif. Sementara yang terjadi saat ini adalah kebalikannya, di mana nilai ekspor minus 9,4 persen, namun nilai importasinya malah meningkat,” tukasnyaz
Bahkan, yang menariknya lagi adalah ketika impor meningkat tajam hingga 15,8 persen dan nilai ekspor turun, artinya banyak barang-barang konsumsi atau produk-produk dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri.
Ibrahim dalam catatannya memandang hal ini pada akhirnya akan menggerus cadangan devisa nasional.
Walaupun pemerintah senang karena Neraca Dagang Indonesia masih surplus, tapi tren ekspor masih melemah dalam satu tahun terakhir.
“Ini yang tidak baik dan merupakan ancaman dari situasi global yang terus memanas sampai saat ini belum ada kejelasan,” pungkasnya.