Wamenhan Ukraina: Wilayah Belarus Digunakan Secara Aktif Rusia Untuk Serang Ukraina
Wilayah Belarus secara aktif kini terus digunakan pasukan Rusia untuk melakukan tindakan agresi terhadap Ukraina.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, KIEV - Wilayah Belarus secara aktif kini terus digunakan pasukan Rusia untuk melakukan tindakan agresi terhadap Ukraina.
Pernyataan ini disampaikan Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Anna Maliar yang berbicara dengan saluran TV negara itu.
"Pasukan Rusia belum meninggalkan rencananya untuk merebut wilayah Donetsk dan Lugansk sepenuhnya, di sepanjang perbatasan geografis mereka. Mereka juga melanggar batas wilayah Kharkiv dan mencoba memperkuat keberadaan mereka di sana, menyusun kembali pasukan, dan memantapkan posisi," kata Maliar.
Dikutip dari laman Ukrinform, Jumat (1/4/2022), ia pun menekankan bahwa kota Gomel di Belarus pun turut digunakan Rusia sebagai wilayah untuk melancarkan agresi terhadap Ukraina.
"Dan sekarang kita melihat misil sistem di daerah Gomel sebagai musuh, mencoba untuk mengumpulkan pasukan mereka di sana, dan ini jelas karena rencana untuk meluncurkan serangan rudal atau menggunakannya di sana sebagai alat pemerasan dan intimidasi. Oleh karena itu, wilayah Belarus terus digunakan secara aktif oleh Rusia untuk melakukan agresi," kata Maliar.
Menurutnya, pasukan Rusia tidak akan meninggalkan salah satu tujuannya.
Baca juga: Pelemahan Saham di Wall Street Terburuk Sejak 2020, Konflik di Ukraina Masih Berperan
Bahkan penarikan pasukan dari Kiev dan Chernihiv pun bukanlah secara sukarela.
Namun, hasil dari upaya pengusiran yang dilakukan Angkatan Bersenjata Ukraina.
Pada Kamis kemarin, Rusia menarik pasukan mereka di wilayah Kiev, namun saat ini sulit untuk memastikan bahwa pasukan mereka mundur secara signifikan dari wilayah Chernihiv.
Tak percaya efektivitas negosiasi
Sementara itu, Komandan Resimen Azov, yang saat ini membela kota pelabuhan Mariupol di Ukraina, Denys Prokopenko mengaku tidak percaya pada efektivitas negosiasi antara negaranya dengan Rusia.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam sebuah wawancara dengan jurnalis media setempat.
"8 tahun terakhir menunjukkan bahwa tidak mungkin mencapai kesepakatan dengan Rusia. Terlebih lagi, itu tidak dapat dipercaya," kata Prokopenko.
Menurut dia, selama darurat militer, tidak mungkin mengadakan referendum sesuai dengan hukum.
"Untuk melakukan ini, Rusia harus menarik pasukannya dari Ukraina. Apakah anda secara pribadi percaya ini? Saya tidak. Oleh karena itu, sulit bagi saya untuk memprediksi hasil negosiasi ini," kata Prokopenko.
Baca juga: Lebih dari 1.000 Orang Dievakuasi dari Wilayah Lugansk Ukraina Hari Ini
Ia pun memprediksi kemungkinan besar negosiasi dengan Rusia 'tidak akan berhasil untuk pihak Ukraina'.
Sebelumnya, delegasi Ukraina dan Rusia mengadakan negosiasi lanjutan di Istanbul, Turki pada 29 Maret lalu.
Setelah pertemuan tersebut, delegasi Ukraina mengajukan sejumlah usulan untuk mengakhiri perang antara kedua negara, termasuk usulan untuk menandatangani perjanjian internasional tentang jaminan keamanan bagi Ukraina.
Perlu diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi nasional negara itu pada 24 Februari lalu bahwa sebagai tanggapan atas permintaan para Kepala Republik Donbass, ia telah membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus.
Baca juga: Pasukan Rusia Disebut Tolak Perang di Ukraina, Sabotase Senjata Sendiri hingga Tembak Jatuh Pesawat
Operasi ini dilakukan untuk melindungi orang-orang 'yang telah mengalami pelecehan dan genosida oleh rezim Ukraina selama 8 tahun'.
Kendati demikian, pemimpin Rusia itu menekankan bahwa negaranya tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina.
Ia juga menekankan operasi tersebut ditujukan untuk 'denazifikasi dan demiliterisasi Ukraina'.
Sementara itu, negara Barat telah memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia karena melakukan invasi ke Ukraina.
Penerapan sanksi ditujukan terhadap badan hukum maupun individu swasta Rusia.