Tantangan Jurnalisme Korea Selatan dan Indonesia, dari Sosial Media hingga Hoaks
Tidak jauh berbeda dengan Indonesia, jurnalisme di Korea Selatan (Korsel) memiliki tantangan yang tidak jauh berbeda.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Tidak jauh berbeda dengan Indonesia, jurnalisme di Korea Selatan (Korsel) memiliki tantangan yang tidak jauh berbeda.
Utamanya dengan terkait digitalisasi hingga penanganan berita palsu atau hoaks.
Hal ini diungkap Hwang Sun Ik dari Kantor Berita Yonhap, media Korsel kepada delegasi program Indonesian Next Generation Journalist on Korea dari Korea Foundation bekerja sama dengan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Rabu (31/5/2023).
Covid-19 membuat media di Korsel bergegas berganti haluan dengan mendigitalisasi hampir semua aspek pemberitaan.
Salah satunya lewat media sosial.
"Sosial media memang penting. Kami juga mengupload berita di twitter dan facebook," kata Hwang.
Sama seperti di Indonesia, sosial media memiliki dampak yang besar di Korsel.
Melihat dampak ini, Yonhap juga membuat banyak channel di Youtube, termasuk membuat channel dalam Bahasa Inggris.
Hwang mengatakan digitalisasi membuat banyak penikmat berita media cetak bergeser ke media digital.
Beberapa dekade lalu, media tradisional seperti surat kabar dan broadcast punya banyak sekali massa.
Namun sekarang, penikmat tradisional media bahkan tidak mencapai 10 persen.
"Maka dari itu kita mencari alternatif, khususnya di digital market. itulah situasi saat ini," ujarnya.
Baca juga: Kementerian Luar Negeri Korea Beberkan Alasan Korea Selatan Antusias Berinvestasi di IKN
Dalam penanganan berita, Hwang mengatakan kalau Yonhap News memiliki sesi yang terpisah untuk menulis fact check.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan media di Indonesia.
"Ada beberapa jurnalis yang didedikasikan untuk mencari fake news yang influencing, dan mengidentifikasi berita-berita itu, dan mereka menulis fact checknya," kata Hwang.