Fakta Biden Cabut Larangan Ukraina Gunakan Rudal Jarak Jauh untuk Serang Wilayah Rusia
Berikut ini rangkuman fakta-fakta terkait larangan Ukraina menggunakan senjata dari Amerika Serikat (AS) untuk menyerang wilayah dalam Rusia.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
"Ini adalah langkah yang sangat besar menuju dimulainya perang dunia ketiga," kantor berita negara Tass mengutip pernyataan Dzhabarov.
4. Penggunaan Terbatas
Para pejabat AS menjelaskan bahwa senjata itu akan digunakan melawan pasukan Rusia dan Korea Utara yang dikerahkan melawan pasukan Ukraina di wilayah Kursk Rusia.
Bulan lalu, Korea Utara mengirim sekitar 10.000 tentara ke Rusia untuk berpartisipasi dalam perang Ukraina, pertama kalinya Pyongyang bersiap menggunakan pasukan darat sejak berakhirnya perang Korea pada tahun 1953.
Mereka kemudian ditempatkan di Kursk dan bersiap untuk bergabung dengan pasukan Rusia dalam serangan balik terhadap pasukan gabungan yang kekuatannya diperkirakan mencapai 50.000.
Pengumuman ini dimaksudkan untuk mengirim pesan ke Korea Utara, meskipun Biden mungkin mengizinkan penggunaannya di tempat lain selama dua bulan tersisa di Gedung Putih.
Serangan pertama menggunakan roket Atacms yang dipasok AS dapat terjadi dalam beberapa hari.
5. Kyiv Ingin Gunakan Storm Shadows
Kyiv telah mengindikasikan pihaknya ingin menggunakan Storm Shadows terhadap pangkalan udara yang digunakan untuk melancarkan serangan terhadap Ukraina, bukan di Kursk.
Gedung Putih dan Downing Street menolak berkomentar.
6. Tanggapan Rusia
Menanggapi pencabutan larangan ini, Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Senin ini (18/11/2024) menanggapi dengan mengecam keras pemerintah AS.
Dalam pernyataannya, Kremlin mengeluarkan peringatan keras terkait keputusan Biden yang mengizinkan Ukraina menggunakan senjata buatan AS untuk melakukan serangan ke dalam wilayah Rusia.
Dikutip dari Reuters, Peskov memperingatkan bahwa langkah dari Joe Biden tersebut dapat memperburuk ketegangan dan meningkatkan keterlibatan AS dalam konflik.
Peskov juga menuduh kebijakan Biden ini telah memperburuk situasi.
Ia menyebut langkah tersebut sebagai tindakan yang "menambah bahan bakar ke dalam api," sehingga semakin memperumit konflik di Ukraina.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)