Sistem Pemilu Proposional Terbuka Digugat, Perludem: MK Bakal Sulit untuk Mengabulkan
Tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dan perubahan pada sistem pasti akan berdampak pula pada berbagai elemen teknis lainnya.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai Mahkamah Konstitusi (MK) bakal sulit mengabulkan gugatan terkait sistem proporsional terbuka yang saat ini tengah digugat.
Menurut Titi hal itu dinilainya berkaca pada putusan MK terdahulu.
"Kalau kita berkaca dari beberapa Putusan MK terdahulu, maka cukup sulit bagi MK untuk bisa mengabulkan permohonan pemohon yang sangat teknis berkaitan dengan implementasi metode pemberian suara dalam sistem pemilu proporsional terbuka," kata Titi kepada Tribunnews.com, Rabu (11/1/2023).
Baca juga: Partai Buruh Setuju Sistem Proporsional Tertutup Tapi Bersyarat, Ini Penjelasan Said Iqbal
Titi mencontohkan misalnya saja, saat MK memutuskan model keserentakan pemilu yang dimohonkan Perludem, alih-alih menentukan model keserentakan yang konstitusional.
MK ternyata lebih memilih menegaskan alternatif pilihan disertai rambu-rambu dalam membuat keputusan bagi pembentuk undang-undang sebagai artikulasi kebijakan hukum terbuka.
Menurut Titi dalam Putusan MK No.55/PUU-XVII/2019, MK mengatakan bahwa dalam memutuskan pilihan model atas keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum, pembentuk undang-undang perlu mempertimbangkan beberapa hal.
"Pertama, Pemilihan model yang berimplikasi terhadap perubahan undang-undang dilakukan dengan partisipasi semua kalangan yang memiliki perhatian atas penyelenggaraan pemilihan umum," kata Titi.
Titi melanjutkan kedua memungkinan perubahan undang-undang terhadap pilihan model-model tersebut dilakukan lebih awal sehingga tersedia waktu untuk dilakukan simulasi sebelum perubahan tersebut benar-benar efektif dilaksanakan.
Baca juga: Pengamat Sebut Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Merusak Partai Politik
"Ketiga, pembentuk undang-undang memperhitungkan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan model yang tersedia sehingga pelaksanaannya tetap berada dalam batas penalaran yang wajar terutama untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas," sambungnya.
Kemudian yang keempat menurut Titi pilihan model selalu memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak untuk memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
"Terakhir tidak acap-kali mengubah model pemilihan langsung yang diselenggarakan secara serentak sehingga terbangun kepastian dan kemapanan pelaksanaan pemilihan umum," jelasnya.
Titi menilai mestinya MK konsisten mengikuti pola tersebut. Apalagi tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dan perubahan pada sistem pasti akan berdampak pula pada berbagai elemen teknis lainnya. Tidak sesederhana mengubah terbuka menjadi tertutup.
"Kalau ada perubahan atas sistem pemilu, itu mestinya merupakan hasil evaluasi pembentuk UU yang dilakukan secara menyeluruh, terbuka, partisipatoris, dengan pelibatan semua pemangku kepentingan pemilu. Paling penting tidak tergesa-gesa di tengah tahapan pemilu," tutupnya.
Baca juga: Soal Isu Sistem Proporsional Tertutup, Pengamat Ingatkan KPU Jaga Netralitas