Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Sebut Politik Gagasan Bakal Dongkrak Jumlah Pemilih Rasional di Pemilu 2024

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin menilai politik gagasan bakal dongkrak jumlah pemilih rasional di Pemilu 2024.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Gilang Putranto
zoom-in Pengamat Sebut Politik Gagasan Bakal Dongkrak Jumlah Pemilih Rasional di Pemilu 2024
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin menilai politik gagasan bakal dongkrak jumlah pemilih rasional di Pemilu 2024. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Golongkan Karya (Golkar) Nurul Arifin menegaskan partainya akan mengusung Ketum Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres) dalam Pilpres 2024, meski Airlangga tidak masuk dalam kategori kandidat populer berdasarkan hasil survei.

Nurul mengatakan semestinya rekam jejak yang dipakai sebagai penilaian. 

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin menilai pandangan Nurul tersebut perlu didukung dengan kondisi pemilih yang rasional. 

Dibutuhkan kerja keras dalam upaya meningkatkan literasi pemilih agar mampu melihat kapabilitas dan komptensi dari para kandidat.

Baca juga: Politikus Golkar Ungkap Ada Parpol Anggota KIB yang Bermanuver Dukung Capres Lain

Menurutnya, pemilih Indonesia bisa dikategorikan menjadi pemilih rasional yang mendasarkan pada visi-misi, program, kinerja, rekan jejak, gagasan, dan catatan baik dari kandidat. 

"Pemilih rasional akan meningkat ketika politik gagasan mengemuka."

Berita Rekomendasi

"Ketika politik Indonesia sudah mulai mengedepankan adu program, adu gagasan, maka pemilu akan menghadirkan politik ide dan gagasan sehingga pemilih rasional akan lebih menonjol menguat," kata Ujang, kepada wartawan, Senin (16/1/2023).

Tapi kalau selama ini pemilih masih emosional dan dimobilisasi kata dia, maka rasionalitas akan terbelakang. Tidak akan menjadi prioritas.

Sedangkan di sisi lain, ada pula pemilih emosional akan menjatuhkan pilihan berlandaskan kedekatan, kharismatik, ataupun hubungan keluarga.

"Pemilih kita ini anggap bagi 2, pemilih yang rasional, juga pemilih yang emosional. Mudahnya seperti itu," kata akademisi Universitas Al Azhar Indonesia itu.

Baca juga: Gerindra Bakal Umumkan Capres-Cawapres setelah Rayakan HUT ke-15? Ini kata Sekjen Muzani

Selain itu, ada pemilih dimobilisasi. Pemilih jenis itu hanya akan peduli pada pemberian.

Menurut Ujang, bagi mereka, janji, visi-misi, gagasan adalah sekedar bohong, bual-bualan saja. Yang dipilih adalah yang memberikan sesuatu.

"Pemilih juga ada, istilah saya, dimobilisasi atau dibeli. Nah, pemilih kita ini masih banyak yang dibeli. Dimobilisasi lalu dibeli," ujar dia.

Lanjut Ujang, mayoritas pemilih yang belum rasional juga menjadi penyebab maraknya politik uang, money politics. 

Masyarakat Indonesia juga belum memilih berdasarkan visi misi, ide gagasan,dan program, tetapi lebih parah lagi dimobilisasi.

"Karena itulah pemilu kita banyak money politics yang TSM (terstruktur, sistimatus, masif) dan itu terjadi pada setiap pemilu secara terus-menerus. Bahkan 2024 juga akan semakin masif," pungkas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas