Isi Surat Denny Indrayana pada Megawati: Singgung Siasat Penundaan Pemilu, Demokrat, dan Moeldoko
Denny Indrayana mengirimkan surat terbuka kepada Ketua Umum PDIP, Megawati. Isi suratnya menyinggung soal siasat penundaan pemilu dan Demokrat.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Nuryanti
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.
Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.
"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.
"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA."
"Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" kata Denny.
Dalam klarifikasinya, Denny menegaskan pesan yang disampakannya tersebut bukanlah rahasia negara.
"Saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," kata Denny Indrayana dalam siaran persnya secara tertulis, Selasa (30/5/2023).
Denny menegaskan, sejatinya memang keputusan terkait hal tersebut masih pada kewenangan MK.
Sementara, informasi yang disampaikannya beberapa hari lalu tersebut hanyalah sebatas kabar dari orang yang menurutnya kredibel.
Bukan sebuah bocoran atas putusan yang belum ditetapkan oleh MK.
"Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, 'mendapatkan informasi', bukan 'mendapatkan bocoran'," ucap Denny.
"Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, MK akan memutuskan. Masih akan, belum diputuskan," tegasnya.
Tak cukup di situ, Denny juga turut merespons cuitan dari Menkopolhukam Mahfud MD atas pernyataannya itu.
Pakar Hukum Tata Negara itu membantah mendapatkan informasi dari A1 seperti yang dicuitkan oleh Mahfud MD di Twitter.
"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD."
"Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dan intelijen," kata Denny.
Atas keyakinannya tersebut, sehingga dirasa perlu oleh Denny menyebarkan informasinya kepada publik.
Sebab, dirinya merasa yakin kalau apa yang disampaikan bukanlah kebocoran rahasia negara, melainkan hanya sebuah informasi yang didapat.
"Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik) agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut," ujar dia.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Rizki Sandi Saputra)