Menanti Putusan MK soal Sistem Pemilu 2024, Sebelumnya 8 Parpol Tolak Sistem Proporsional Tertutup
Putusan sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 di Indonesia akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Kamis (15/6/2023), di Gedung MK.
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Tiara Shelavie
Setelah berkeliling, Presiden Jokowi bersama pejabat lainnya mengunjungi sebuah stand penjual kopi instan.
Anwar Usman yang terlihat mengenakan kemeja biru pun terlihat duduk di samping Presiden Jokowi.
Keduanya tampak santai bersama para pejabat lainnya, seperti Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Panglima TNI Yudo Margono.
Pantauan TribunJakarta.com di lokasi, kurang lebih 15 menit dihabiskan oleh Presiden Jokowi cs di stand kopi instan tersebut.
- Pengamat Yakin MK Bakal Tolak Permohonan soal Sistem Proporsional Pemilu
Pengamat pemilu sekaligus Anggota Dewan Pembinaan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menolak permohonan soal sistem proporsional pemilu.
"Menurut saya, MK akan menolak permohonan nomor 114 ini dan menempatkan pilihan sistem pemilu sebagai legal policy atau kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk UU," kata Titi dalam saluran YouTube pribadinya, Rabu (14/6/2023).
Lebih lanjut, Titi menyampaikan alasan kenapa MK bakal memutus sistem pemilu sebagai legal policy atau kebijakan publik adalah karena dalam Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang (UU) Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang diajukan ke MK, tidak memuat isu soal konstitusionalitas.
MK, kata Titi, menguji UU terhadap Undang-Undang Dasar (UUD).
Sehingga dalam tahapannya, tentu harus ada norma UUD yang dilanggar oleh UU.
Namun sepanjang penelusuran Titi, tidak ada norma UUD yang dilanggar oleh Pasal 168 Ayat 2 itu.
Hal ini dikarenakan, dalam UUD sendiri tidak diatur sistem pemilu untuk pemilu DPR dan DPRD sebagaimana yang diuji oleh pemohon ke MK.
"Ternyata kalau saya telusuri tidak ada norma UUD yang disimpangi atau dilanggar oleh pasal 168 ayat 2. Karena memang UUD kita tidak mengatur pilihan sistem pemilu untuk DPR dan DPRD," jelasnya.
"Dengan demikian tidak ada isu konstitusionalitasnya terkait norma yang mengatur sistem pemilu, karena UUD sendiri tidak mengatur pilihan sistem pemilu secara spesifik," lanjut Titi.