Menanti Putusan MK soal Sistem Pemilu 2024, Sebelumnya 8 Parpol Tolak Sistem Proporsional Tertutup
Putusan sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 di Indonesia akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Kamis (15/6/2023), di Gedung MK.
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Tiara Shelavie
"Sehubungan dengan wacana diberlakukannya kembali sistem pemilu proporsional tertutup, kami menyampaikan sikap, pertama, kami menolak proporsional tertutup," kata Airlangga dalam tayangan Breaking News Kompas TV, Minggu (8/1/2023).
Airlangga menjelaskan, delapan parpol yang sepakat ini memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi.
"Sistem pemilu proposional tertutup merupakan pengunduran bagi demokrasi dari kita."
"Di lain pihak, sistem proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat menentukan calon legislatif yang dicalonkan parpol."
"Kami tidak ingin demokrasi mundur," lanjutnya.
Kemudian, Airlangga menyebut, sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada 23 Desember 2008.
Diketahui, sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 di Indonesia akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Kamis (15/6/2023), di Gedung MK.
Baca juga: Saat Jokowi Ajak Ketua MK Ngopi Bareng Jelang Putusan soal Sistem Pemilu Hari Ini
Dilansir Kompas.com, awalnya gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Sorotan mencuat ketika Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengomentari adanya gugatan ini pada 29 Desember 2020.
Yang kemudian ditafsirkan para elite politik sebagai bentuk dukungan KPU RI atas pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon tertutup.
Hasyim disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat komentar ini.
Sementara itu, setidaknya ada 17 pihak, termasuk LSM kepemiluan hingga partai politik mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam perkara ini.
Lantas, polemik tersebut muncul lagi setelah eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengeklaim mendapatkan informasi tepercaya bukan dari internal Mahkamah, bahwa MK bakal memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup zaman Orde Baru.
Di sisi lain, dari tahapan pemilu, KPU RI telah melangsungkan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) sejak 1 Mei 2023 menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka.
Tentang Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup
Sebagai informasi, sistem proporsional terbuka, yakni pemilih dapat memilih daftar nama calon legislatif.
Dosen Ilmu Politik FISIP UI, Sri Budi Eko Wardani, pun menjelaskan kelebihan dari sistem tersebut.
“Kelebihan dari sistem ini memang ada hubungan yang terbangun antara pemilih dengan calon legilatif (caleg) yang dipilih, lalu dalam sistem ini memang aspirasi pemilih lebih menentukan siapa yang terpilih, namun dalam sistem tertutup aspirasi elite partai yang menentukan,” kata Wardani di Departemen Ilmu Poltik, dikutip Tribunnews.com dari Fisip.ui.ac.id, kamis (15/6/2023).
Sementara sistem proporsional tertutup, yakni secara teknis pemilih hanya dapat memilih tanda gambar partai saja.
"Ini berlaku sejak masa orde baru dari tahun 1971 sampai 1997 yang mana jumlah partai dibatasi hanya tiga saja, jadi daftar caleg tidak ada di surat suara hanya di umumkan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), nantinya yang terpilih berdasarkan nomor urut. Nomor urut ditentukan oleh mekanisme internal partai,” jelasnya.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Mario Christian Sumampow, TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci, TribunBatam.id, Kompas.com)