Sidang MKMK, PBHI Jadikan Buku Jimly Asshiddiqie Soal Konflik Kepentingan Sebagai Bukti Tambahan
Jimly menyampaikan bukti tersebut dalam sidang lanjutan MKMK, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) melampirkan buku karya Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie sebagai bukti tambahan dalam kasus dugaan pelanggaran etik hakim.
Jimly menyampaikan bukti tersebut dalam sidang lanjutan MKMK, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
Baca juga: Jimly Dianggap Rangkap Jabatan Jadi Ketua MKMK, Dasco Gerindra: Dia Mewakili Unsur Tokoh Masyarakat
"Sebagai bukti tambahan, kami merujuk juga pada buku yang ditulis oleh Yang Mulia Ketua MKMK hari ini Prof Jimly Asshiddiqie dengan merujuk pada buku berjudul 'Oligarki dan Totalitarianisme Baru'. Nanti mungkin bisa kami sampaikan juga secara fisik," ucap Ketua PBHI Julius Ibrani, dalam persidangan, Kamis ini.
Julius menjelaskan, dalam buku tersebut disampaikan terkait konflik kepentingan, kenegarawanan dan pengaruhnya terhadap tanggung jawab pejabat negara, dalam konteks kekuasaan politik pemerintahan di eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Baca juga: Dua Temuan Sidang MKMK: Reaksi Berbeda Para Hakim soal Anwar Usman hingga Dokumen Tak Ditandatangani
Merespons hal ini, Jimly sempat mengungkapkan keberatannya untuk Julius memberikan buku tersebut secara fisik.
Julius kemudian mengatakan, buku tersebut tak diberikannya kepada Jimly, karena menurutnya Ketua MKMK itu sudah memahami isi buku dari buah pikirnya sendiri.
Kata Julius, buku tersebut tetap diberikannya secara fisik untuk Anggota MKMK Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams agar bisa menjadi pertimbangan putusan terkait kasus dugaan pelanggaran etik ini.
"Anggota MKMK yang lain untuk menerima buku ini karena kami pikir pentingnya bukan terkait Prof Jimly-nya secara personal," kata Julius kepada Jimly.
"Boleh-boleh, bila perlu dua buku. Ini alat bukti ya, bukan gratifikasi ya. Cuma itu, saudara Julius, kan kami ini tiga orang majelis. Saya tidak usah," jawab Jimly.
Baca juga: Dua Temuan Sidang MKMK: Reaksi Berbeda Para Hakim soal Anwar Usman hingga Dokumen Tak Ditandatangani
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc. Di antaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut mengatur soal syarat batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.