Wawancara Eksklusif dengan Sekjen PAN Eddy Soeparno: Optimistis Menang Satu Putaran
Gibran Rakabuming sebagai cawapres Prabowo Subianto memiliki kemampuan kompetensi dan kapabilitasnya tetapi belum banyak diketahui publik.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Pak Prabowo kita harus berdaulat secara pangan dan kami minta PAN menitipkan agar Pak Prabowo langsung memimpin sebagai komandan untuk memimpim program untuk kita melakukan tahapan untuk kedaulatan pangan ini, jadi langsung menyanggupi. satu hal yang bagi kita yang sangat membesarkan hati kita.
Dan ketiga memang ya kita sudah punya kerjasama yang baik ya dengan Gerindra dengan Pak Prabowo, jadi ibarat ritmen kerjanya sudah baik, kemudian sudah mengenal baik ibarat sebuah keluarga besar reuni.
Bukan karena PAN melihat bahwa Pak Jokowi condong kepada Mas Prabowo termasuk kemudian ada sinyal bahwa Mas Gibran boleh bergabung sehingga PAN lihat sampai ke sana?
Kita belum pihat sampai ke sana, karena kita berkeyakinan bahwa apa namanya bahwa Pak Prabowo itu adalah sosok tegas yang kita sudah pernah usung kita punya pengalaman yang baik dengan Pak Prabowo.
Meskipun belum berhasil menjadi Presiden dan memang kita melihat oportunity-nya besar untuk mendorong Pak Erick ketika itu ya sebagai cawapresnya.
Jadi banyak orang berpikir kan wah ini PAN bagaimanapun partai politik ini kan pragmatis Pak ya Siapa yang punya peluang menang lebih besar kalau didukung oleh pemerintah dalam hal ini presiden ya itulah yang diambil?
Bukan gitu, kita berkeyakinan kok apa pak presiden meskipun beliau kader PDIP beliau sebagai pembina politik di Indonesia itu akan berdiri di atas semua kelompok dan golongan.
Baca juga: KPU Digugat karena Terima Pendaftaran Prabowo-Gibran, Begini Reaksi Komisi II DPR
Pak sebagai politisi seniornya Apakah Pemilu ini bisa berlangsung satu putaran atau dua putaran perkiraan Bapak dan perkiraan boleh salah dong namanya perkiraan?
Tidak ada sesuatu yang impossible dalam politik, segala sesuatu itu bisa terjadi dalam politik. Saya melihat peluang untuk Pak Prabowo dan Mas Gibran untuk bisa memenangkan pertarungan ini dalam satu putaran selalu ada.
Tetapi saya juga melihat bahwa kita tidak pernah memikirkan Mas Anies Itu bisa menjadi gubernur DKI apalagi elektabikitasnya sangat rendah, tiba-tiba bisa mengejar. jadi itupun opsi itu harus kita pelajari juga.
Tapi kan ada faktor X waktu itu ketika Pilkada DKI Jakarta. Faktor X yang tidak pernah diperkirakan?
Sentimennya memang pada saat itu sentimen yang sangat kuat mendukung naiknya Mas Anies dengan mas Sandi ya jadi gubernur, betul ya.
Tetapi yang saya sekarang saya sekarang faktor itu kan enggak ada pak?
Dengan meskipun absennya faktor x ada sesuatu ada yang namanya faktor kejut, menurut saya surprise Fighter apa surprise kejut akan kemampuan kompetensi dan kapabilitasnya Mas Gibran yang belum diketahui oleh publik.
Kemarin publik agak kaget begitu Mas Gibran begitu lantang tegas dan begitu pasti membahas program-program pada saat awal kita berada di Indonesia arena sebelum berangkat dari KPU.
Nanti kita lihat akan ada kejutan-kejutan lainnya sehingga publik merasa bahwa ternyata Mas Gibran itu amat sangat mempuni. jauh dari kaleng-kaleng kita kan di partai politik kan punya insting yang tajam untuk melihat bahwa ya inilah calon-calon pemimpin yang memang layak.
Jadi enggak benar kalau disebut sebagai kader karbitan, atau calon pemimpin karbitan?
Saya kira tidak. Apalagi mau tidak mau kita enggak bisa pungkiri ya kalau misalkan saja keluarga Itu keluarga polisi, ya sehari-hari mereka duduk bersama di ruang makan di meja makan ya kemudian Ayah yang polisi gunakan anak yang juga masuk sebagai polisi berbicara mengenai hal-hal yang harus kepolisian.
Nah itu otomatis lebih cepat matangnya, begitu juga Mas Gibran bersama presiden pengalaman sangat hampir 9 tahun lebih jadi presiden dibandingkan dengan lari gitu, lebih cepat matangnya.
Berarti kalau di analogikan Pak Harto dulu kurang kurang ngobrol makan di meja makan ya Pak?
Atau mungkin pada saat itu putra-putri lebih punya minat untuk hal yang lain selain politik pada usaha.
Pak Eddy, apakah diskursus yang ramai sekarang ini mengenai urusan MK itu akan mempengaruhi elektabilitas Pak Prabowo sama Pak Gibran?
Saya kira yang saya sampaikan tadi segala sesuatu itu pasti ada pro dan kontranya.
Apapun yang terjadi dan apapun nanti akan terjadi nanti akan ada pro kontranya yang perlu kita jaga adalah bahwa pro dan kontra itu masih di dalam porsinya.
Artinya sudah masuk kalkulasi?
Tentu kita sudah memetakan apa saja menggerakan, kecuali ketika kita mengajukan misalkan Mas Gibran, Pak Erik, Pak Erlangga dan semuanya masuk dalam kalkulasi.
Tetapi menurut saya apapun yang bisa kita kemudian jawab dengan argumentasi dan rasionalitas yang jelas Tentu saya kira masyarakat dapat memahaminya dan ini merupakan tugas kami untuk itu.
Dan merupakan tugas kami juga untuk menyampaikan pada masyarakat ini loh calon wakil presiden kita ini adalah sosok muda tetapi ternyata amat sangat mampu untuk ikut bersama-sama Pak Prabowo untuk membangun dan memimpin negeri ini.
Sebagai politisi senior, ujung dari semua ini apa? Apakah bapak yakin rekonsiliasi besar, jadi koalisi besar, akan balik dan menerima hasil pemilu. Seperti pemilu 2019 seolah-olah negeri ini mau kiamat?
Itu adalah salah satu nilai dan contoh dalam berpolitik yang baik di Indonesia yang diberikan oleh Pak Jokowi, bahwa ternyata dengan apa kontestan atau pesaing yang paling sengit pun beliau bisa kok merangkul dan justru bersama-sama kemudian menjadi dream team untuk bersama-sama menjalankan program-program pemerintah.
Saya kok berkeyakinan bahwa kolaborasi yang merupakan kata kunci bagi keberhasilan nanti jika Pak Prabowo menjadi presiden 2024, kolaborasi ini akan kita akan berjalan juga.
Apalagi kita lihat bahwa setiap partai setiap kader partai itu memiliki kader tanggung, memiliki calon-calon pemimpin yang baik di bidangnya masing-masing yang tentu kalau tidak dimanfaatkan ya itu akan sangat sayang bagi kita untuk melewatkan itu.
Saya melihat satu akan ada kolaborasi pasca Pilpres yang akan kolaborasi tetapi memang untuk menjaga adanya demokrasi yang sehat tentu suara yang memberikan koreksi yang berada di luar pemerintahan harus ada.
Apakah itu dalam bentuk partai oposisi ataukah masyarakat koalisi masyarakat sipil yang kemudian bersuara lantang dan bisa bersuara lantang untuk bisa memberikan koreksi terhadap hal-hal yang dianggap Masih belum pas.
Jadi artinya masih membutuhkan pihak yang tidak bersama-sama dalam koalisi besar itu gitu maksudnya?
Secara otomatis, saya rasa akan ada pihak-pihak yang menyatakan bahwa kita berdasarkan posisi politik yang kita ambil kita tidak bergabung tetapi kita akan menjadi mitra yang ikut nanti bersama-sama memberikan peringatan kepada para pemerintah, mengingatkan pemerintah kalau ada yang masih belum pas masih ada yang belum sesuai dengan aturan atau sesuai dengan rencana yang perlu dikoreksi.
Boleh juga Pak Eddy menyampaikan apa sih alasan utama PAN untuk memperjuangkan Pak Erick menjadi calon wakil presiden meskipun kemudian ‘gagal’?
Kita berdasarkan rekam jejak. Pak Erick itu pernah mengakuisisi sebuah media harian yang saat itu sedang megap-megap kembang kempis dan kemudian diambil alih dikelola dengan baik sampai hari ini dan media itu masih eksis.
Kemudian Pak Erick Thohir dalam perjalanannya membantu Bapak Presiden untuk menyelenggarakan Asian Games 2018 menurut saya mission imposible karena waktu dan anggaran terbatas tetapi bisa berhasil dengan baik.
Beliau juga sebagai Menteri BUMN mampu mengkontribusikan dividen BUMN terbesar dalam sejarah Indonesia pasca reformasi.
Dan terakhir beliau sebagai Ketua Umum PSSI punya tangan dingin mengelola PSSI yang sekarang tidak dinamis lagi. Jadi rekam jejak ini jelas sehingga kami kemudian merasa optimis bahwa calon yang kita ajukan itu memiliki rekam jejak dan memiliki kompetensi untuk menjalankan tugas-tugas besar.
Termasuk elektabilitasnya yang juga tinggi sebagai bakal cawapres?
Iya itu otomatis tinggi dan itu kita lihat bahwa ketika beliau kemudian mengambil pucuk pimpinan PSSI dan berhasil menjalankan Asian Games 2018. Itu elektabilitasnya sangat tinggi.
Apakah ada Plan B-nya, misalkan Pak Erick Thohir ini kan sudah ngurus SKCK jadi kalau nanti ini ada apa-apa Pak Erick yang maju menjadi cawapres?
Kita tidak berpikir seperti itu, kita berpikir ketika kita sudah membuat keputusan saya sudah menghitung bahwa keputusan itu adalah sah dan patut dijalankan oleh semua pihak sehingga kita akhirnya memutuskan untuk melaksanakan itu.
Jadi kita tidak punya Plan B, kita juga dalam kemudian pelaksanaan pertarungan pilpres itu juga tidak punya Plan B. Yang ada hanya Plan A maju untuk menang
Kalau saya boleh tahu Pak Prabowo belakangan berkunjung kepada Pak Erick. Maknanya kunjungan ini apa?
Pak Erick itu kan tokoh muda yang berpotensial dan Pak Erick Thohir ini juga tokoh yang memiliki visi dan daya juang yang besar kemudian kalau beliau bergabung secara aktif bersama kami memperjuang Pak Prabowo tentu ini menjadi vitamin tambahan.
Tentu Pak Prabowo juga saya kira dalam mengajak Pak Erick bergabung juga memperhitungkan bahwa dengan adanya Pak Erick tentu tim kita yang sudah banyak pakarnya sudah banyak pelakunya itu semakin dikuatkan
Selain memiliki kemampuan untuk membaca dunia usaha karena beliau praktisi dunia usaha tentu sekarang dalam posisinya sebagai Menteri beliau kan juga sudah paham bagaimana mengoptimalisasi BUMN yang jumlahnya lebih besar sekali.
Yang mana BUMN juga memiliki misi yang khusus dan penting di negara kita jadi saya kira nilai tambah. Oleh karena itu ya saya apresiasi bahwa Pak Prabowo mendatangi Pak Erick dan tentu dan saya juga apresiasi Bapak Erick menyatakan siap untuk mendukung Pak Prabowo.
Jadi artinya sebenarnya persoalan antara bahwa Pak Erick enggak bisa jadi cawapres clear ya enggak ada masalah?
Saya kira itu semuanya memang kalau bisa ya kita kan berpikir berandai-andai enaknya kalau ada wapres ada tiga. Wapres bidang A, bidang B, dan bidang C. Tapi sayangnya kan enggak ada. (Tribun Network/Reynas Abdila)