Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menanti Putusan MKMK, Ini 5 Fakta Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman Cs Soal Aturan Capres-Cawapres

Ada 5 fakta yang terungkap dari hasil pemeriksaan MKMK atas dugaan pelanggaran hakim MK terkait putusan usia Capres Cawapres yang muluskan Gibran.

Penulis: Adi Suhendi
zoom-in Menanti Putusan MKMK, Ini 5 Fakta Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman Cs Soal Aturan Capres-Cawapres
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Ilustrasi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman bersama Hakim MK lainnya saat sidang. Ada 5 fakta yang terungkap dari hasil pemeriksaan MKMK atas dugaan pelanggaran hakim MK terkait putusan usia Capres Cawapres 

Meski demikian, Anwar mengaku, tetap masuk kerja atau hadir langsung di gedung MK.

Selanjutnya, diakui Anwar, saat di kantor ia meminum obat hingga ketiduran diduga karena efek dari obat tersebut.

"Lho saya sakit, tetapi tetap masuk. Saya minum obat, saya ketiduran," tuturnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan, ketidakhadirannya di RPH bukan karena alasan ada konflik kepentingan, tapi jelas karena sakit.

"Enggak ada. Saya ini udah jadi hakim dari tahun 85 ya, Alhamdulillah. Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang menyebabkan saya berurusan seperti ini," ungkapnya.

2. Gugatan Tak Bertandatangan

Fakta selanjutnya soal dokumen gugatan batas usia Capres-cawapres yang diajukan Almas Tsaqibbiru.

Sempat mencuat, gugatan Almas Tsaqibbiru yang kemudian dikabulkan MK sempat disebut tidak dibubuhi tanda tangan penggugat.

BERITA REKOMENDASI

Setelah melakukan pemeriksaan, terungkap bila dokumen gugatan sudah diperbaiki.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membenarkan bila dokumen gugatan awalnya tak dibubuhi tanda tangan Almas dan kuasa hukumnya itu dibenarkan Jimly.

Jimly juga melihat ada banyak masalah dari segi administrasi dalam pengajuan gugatan tersebut.

"Banyak yang beredar di medsos itu dokumen yang awal, memang belum ditandatangani. Ada banyak masalah lah dari segi administrasi," kata Jimly di kawasan Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/11/2023).

"Cuma kami sudah dapat klarifikasi khusus untuk itu, itu ada rapat klarifikasi. Seperti MKMK kan ada rapat klarifikasi dalam sidang pendahuluan, itu sudah diperbaiki," ujar Jimly.

3. Anwar Usman Disebut Hambat Pembentukan MKMK


Selanjutnya juga ada tuduhan bila Anwar Usman disebut menghambat pembentukan MKMK secara permanen.

Namun, hal itu dibantan eks Hakim Konstitusi Aswanto.

Aswanto mengatakan bila seluruh hakim konstitusi saat itu menyetujui pembentukan MKMK termasuk Anwar Usman.

Aswanto menjelaskan, para hakim konstitusi saat itu sudah berkali-kali membahas konsep Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang MKMK.

Meski demikian, penetapan MKMK secara permanen tertunda, dikarenakan para hakim konstitusi harus menyelesaikan PMK tentang penanganan Pemilu serentak.

"Hanya karena harus menyelesaikan PMK tentang penanganan Pemilu serentak jadi penetapannya (MKMK) tertunda," kata Aswanto saat dihubungi, Jumat (3/11/2023).

"Tidak ada yang menolak MKMK permanen karena itu amanat Undang-Undang. Saya ingat waktu itu kita sudah membahas konsep PMK MKMK, tiba-tiba ada permohonan mengenai keanggotaan MKMK, mempersoalkan adanya perwakilan dari komisioner KY (Komisi Yudisial), dan permohonan itu dikabulkan MK, sehingga konsep PMK MKMK mengalami perubahan," sambungnya.

Ia kemudian menjelaskan, pembahasan PMK MKMK sempat kembali dilanjutkan setelah PMK Pemilu serentak selesai.

"Tapi karena PMK tentang penahanan Pemilu serentak sangat mendesak, sehingga kami dahulukan pembahasan PMK-nya akhirnya PMK MKMK tertunda pembahasannya, tetapi setelah konsep PMK Pemilu sudah rampung, kami membahas kembali MPK MKMK," jelasnya.

Lebih lanjut, Aswanto mengatakan, pembahasan pembentukan MKMK Permanen terdokumentasi dengan baik oleh kepaniteraan MK.

"Semua terdokumentasi dengan baik di bagian kepaniteraan," kata Aswanto.

"Itu yang terjadi ketika saya masih di sana, setelah itu saya tidak tahu perkembangannya," ungkapnya.

4. Hakim MK Diduga Lakukan Pembiaran

Selanjutnya, MKMK pun menemukan adanya pembiaran terhadapKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ikut dalam rapat permusyarawatan hakim (RPH) putusan 90/PUU-XXI/2023, meski memiliki konflik kepentingan.

"Ada pelapor yang lain yang mempersoalkannya, nah ini agak berbeda juga, pembiaran. Jadi 9 hakim atau 8 hakim kok membiarkan, ga mengingatkan? Padahal ini kan ada konflik kepentingan," ucap Jimly, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).

Hal ini terkait hubungan keluarga antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Di mana Pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

"Kok ada sidang (RPH) dihadiri oleh ketua yang punya hubungan kekeluargaan, kan itu kan semua orang tau bahwa ada hubungan kekeluargaan. Kok dibiarin, enggak diingatkan," kata Jimly.

"Sehinga sembilan (hakim) itu dituduh semua, melanggar semua karena membiarkan itu," ujarnya.

Karena itu, Jimly mengatakan, melalui persidangan yang telah dilakukan, MKMK telah mengonfirmasi hal tersebut kepada para hakim konstitusi terlapor.

"Makannya kita tanyain satu-satu. Ya masing-masing punya alasan," ujarnya.

Setelah mengonfirmasi hal tersebut kepada para hakim konstitusi terlapor, Jimly mengaku menemukan respons yang berbeda-beda.

"Ya sudah kita tanya (ke para hakim terlapor). Ada yang dinamika di dalam itu kan macam-macam. nanti biar kami nilai lah. jangan dulu dikemukakan," ucap Jimly.

"Jadi 9 hakim itu masing-masing berbeda-beda, gitu. Jadi nanti ada saja yang ternyata benar, kok ikut memberi pembenaran. Tapi ada juga yang sudah mengingatkan tapi tidak efektif. Ada juga yang pakai 'wuh', gitu-gitu," tambahnya.

Adapun Jimly menegaskan, MKMK nantinya akan menilai hal-hal yang disampaikan para hakim konstitusi terlapor itu.

"Jadi itu substansi yang akan kami nilai nanti," katanya.

5. Curhat Saldi Isra dan Arief Hidayat

MKMK pun turut mendalami soal curhat hakim Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam dissenting opinion putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres cawapres dibacakan.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menilai curhat kedua hakim tersebut karena tidak tahan dengan permasalahan yang ada di internal para hakim Mahkamah Konsitusi (MK).

"Baik Prof Arief maupun Prof Saldi kayaknya enggak kuat hadapi problem internal. Itu terekspresikan dalam pendapat hukumnya," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Dissenting opinion Saldi dan Arief dijadikan polemik oleh sejumlah pelapor di tengah banyaknya laporan yang menyoroti dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman.

Dissenting itu dianggap pelapor tidak bersifat substantif terhadap perkara.

"Yang dipersoalkan adalah dissenting opinion kok isinya bukan dissenting? Isinya curhat. Nah ini kan sesuatu yang baru tentang bagaimana sebaiknya kita membangun tradisi dissenting opinion," tutur Jimly. (Tribunnews.com/ Ibriza/ Mario)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas