Diumumkan Besok, Bisakah MKMK Anulir Putusan MK Terkait Gibran Cawapres? Ini Pandangan 4 Pakar Hukum
MKMK akan menyampaikan putusan terkait dugaan pelanggaran etik hakim MK terkai putusan soal usia cawapres Gibran.
Editor: Hasanudin Aco
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan apapun putusan MKMK tidak akan berpengaruh langsung kepada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Pernyataan itu disampaikan oleh Bivitri Susanti dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Kamis (2/11/2023).
“Secara prinsip sebenarnya putusan MKMK itu nantinya, apapun keputusannya, tidak akan berpengaruh langsung pada pencalonan Gibran,” ucap Bivitri.
“Jadi tidak akan bisa menyebut dalam amar putusannya, bahwa misalnya KPU tidak boleh begini atau begitu, karena MKMK wewenangnya terbatas pada etik dari orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran etik.”
Namun demikian, sambung Bivitri, yang masih didiskusikan dari putusan MKMK adalah dampaknya pada putusan Mahkamah Konstitusi No 90 Tahun 2023 tentang Pemilu.
“Misalnya, ketika MKMK memerintahkan kepada majelis yang tersisa dengan asumsi kalau nanti Anwar Usman dipecat dengan tidak hormat, untuk mengulang,” jelas Bivitri.
“Karena sudah ada perkara yang masuk, tiga perkara yang masuk, untuk mengulang pembahasan pasal 169 huruf Q ini yang soal umur tadi ya yang ditambahkan atau itu bisa diuji lagi dan sudah ada yang mengajukan, itu bisa saja dipercepat, jadi faktor ketidakpastian memang tetap ada.”
Maka itu dalam hal ini, MKMK mengubah waktu pengambilan kebijakan dengan mempercepat putusan di tanggal 7 November 2024.
“Karena itu juga mereka (MKMK -red) sudah membuat kebijakan untuk mempercepat pengambilan keputusan 7 November karena ada batas memperhatikan jadwal Pemilu tersebut,” kata Bivitri.
“Walaupun menurut peraturan itu maksimal bekerja 30 hari, tapi mereka mempercepatnya melihat situasi politik seperti ini.”
MKMK Buka Peluang Koreksi Putusan MK
Sebelumnya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membuka kemungkinan putusan etik yang ia teken nanti akan dapat mengoreksi putusan MK, entah dengan cara apa.
Itu sebabnya, ia mengabulkan permintaan salah satu pemohon, Denny Indrayana, agar putusan etik itu dibacakan pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal capres-cawapres pengganti di KPU RI.
Denny melandaskan argumennya pada Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur tidak sahnya sebuah putusan yang dihasilkan dari majelis hakim yang tidak mundur dari potensi konflik kepentingan pada perkara tersebut.
UU yang sama mengamanatkan agar, jika situasi itu terjadi, maka perkara tersebut harus disidang ulang dengan komposisi majelis hakim yang berbeda.
Namun, Jimly menyinggung, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 secara tegas mengatur bahwa putusan MK final dan mengikat.
"Prinsipnya ini adalah lembaga penegak etik. Kita tidak menilai putusan MK. Tapi kalau Anda ini bisa meyakinkan kami bertiga, dengan pendapat yang rasional, logis, dan masuk akal, bisa diterima akal sehat, why not?" ungkap Jimly, Rabu lalu.