Pakai Analogi Sepak Bola, TPN Ganjar-Mahfud Sebut Wasit Pilpres 2024 Tak Netral, Tunggu Arahan VIP
TPN Ganjar-Mahfud menggunakan analogi sepakbola dengan menyebut ada wasit di Pilpres 2024 tidak netral dan menunggu arahan dari pihak VIP.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD memakai analogi sepak bola dengan menyebut adanya wasit di Pilpres 2024 yang tak netral.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Politik TPN Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto.
Andi menyebut wasit yang dimaksudnya itu diarahkan oleh pihak yang berada di area VIP box.
Namun, dia tidak menjelaskan secara lebih rinci soal siapa sosok wasit dan pihak di VIP tersebut.
"Hari ini kami ragu-ragu untuk mempersiapkan kesebelasan yang akan bermain karena dari awal kami menyadari wasitnya tidak akan memimpin pertandingan itu dengan melihat dinamika di lapangan, tapi wasitnya akan terus-menerus menoleh ke VIP box untuk menunggu arahan apa yang harus dilakukan selama pertandingan," katanya dalam konferensi pers di Posko Pemenangan Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Minggu (12/11/2023), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Dia mengatakan pertandingan bakal menjadi tidak adil ketika di saat yang bersamaan para penonton melihat keanehan yang muncul di dalam pertandingan tersebut.
Baca juga: Ganjar Kritik Kinerja Jokowi, Pengamat: Wujud Sosok yang Tidak Menjilat Presiden
Kemudian, Andi turut menyindir sosok capres dan cawapres yang tidak taat terkait syarat usia minimal dalam mencalonkan diri.
Dia juga menganalogikan hal tersebut dengan kompetisi Piala Dunia U17 di mana sosok capres-cawapres tersebut diizinkan untuk tetap berkontestasi lantaran asosiasi dunia memberikan kelonggaran terhadap yang bersangkutan.
Lagi-lagi, Andi tidak menjelaskan sosok capres-cawapres dan asosiasi dunia yang dimaksud.
"Jadi ini kira-kira seperti hari inilah ada Piala Dunia U17 lalu kemudian diizinkan ada satu kesebelasan menggunakan pemain di usia 26, 27 tahun yang sangat matang dan hanya kesebelasan itu yang diizinkan, yang lain tidak diizinkan, yang lainnya ketat dengan (syarat) batasan umur."
"Lalu yang di sana diizinkan karena asosiasi dunianya memberikan privilege khusus tentang itu," kata Andi.
Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) itu juga menyinggung soal putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap sembilan hakim konstitusi yang terbukti melanggar etik terkait putusan soal batas usia capres-cawapres.
Andi pun mengaku bingung terkait langkah selanjutnya soal pemenangan Ganjar-Mahfud jika telah ada 'kecurangan' dalam pelaksanaan Pilpres 2024.
"Jadi bagaimana caranya kami bergerak ke depan untuk melakukan Pemilu 2024 kalau titik awalnya, pencalonan capres-cawapresnya, terjadi sesuatu yang kemudian oleh MKMK disebut sebagai pelanggaran etik berat," katanya.
Seperti diketahui, MK tengah menjadi sorotan usai memutus gugatan soal batas usia capres-cawapres menjadi minimal berusia 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih lewat pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Namun, putusan itu berujung pelaporan terhadap sembilan hakim konstitusi dari berbagai elemen masyarakat.
Lantas, dibentuklah MKMK untuk mengadili kode etik kepada sembilan hakim konstitusi tersebut.
Pada Selasa (7/11/2023) lalu, MKMK pun menjatuhi sanksi kolektif kepada sembilan hakim konstitusi berupa teguran lisan buntut bocornya Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan dimuat oleh media massa nasional.
Baca juga: Pidato Lengkap Megawati soal Putusan MKMK, Singgung Ada Kecurangan Pemilu 2024
Selain itu, hakim Arief Hidayat juga disanksi tersendiri berupa teguran tertulis karena dinilai merendahkan MK di depan publik lewat pernyataannya ketika menjadi pembicara di acara Konferensi Hukum Nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) serta dalam siniar (podcast) di salah satu media nasional.
Sedangkan sanksi terberat dijatuhkan MKMK kepada Anwar Usman dengan mencopotnya sebagai Ketua MK lantaran melakukan pelanggaran etik berat yang tertuang dalam Sapta Karsa Utama seperti prinsip ketakberpihakan hingga kesopanan.
"Menyatakan Hakim Terlapor melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip kepantasan dan Kesopanan."
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan di Gedung MK, Selasa lalu.
Selain itu, MKMK juga menjatuhkan sanksi lain kepada Anwar seperti tidak boleh menangani sengketa Pemilu 2024 hingga mencalonkan diri sebagai Ketua MK hingga masa jabatannya habis yaitu pada tahun 2028.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024