Butet hingga Prof Ikrar, Ini Para Tokoh yang Dulu Mendukung Jokowi Kini Kritik Terbuka sang Presiden
Butet, misalnya, menyebut dirinya bukan bermaksud menggurui, tetapi sekadar mengingatkan Presiden Jokowi selagi masih ada kesempatan.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Karena saat itu MK belum membacakan putusan, maka Erry memberi saran agar Presiden Jokowi meminta Gibran tidak usah jadi maju sebagai cawapres.
"Pak Jokowi ini tanya, 'Saya harus kerjakan apa?' Gembira kan Eri, karena (Jokowi dianggap) mendengar (keresahan masyarakat)," ungkap Goenawan.
"Kata Eri, "Gini aja Pak, kalau nanti MK sudah memutuskan, bahwa Gibran lolos, Bapak beritahu Gibran jangan maju, kamu kembali aja ke Solo dan tetap kembali ke PDI-P"," lanjutnya.
Saat itu, Presiden Jokowi memberi respons yang positif terhadap saran dari Erry.
Berdasarkan sikap Jokowi ketika itu, Erry merasa lega karena sarannya didengar dan akan ditindaklanjuti oleh Presiden.
"Setelah itu enggak ada pernyataan soal itu. Karena itu dusta ya," kata Goenawan.
Kenyataannya, Gibran justru memanfaatkan putusan MK yang kontroversial itu untuk mendaftar sebagai cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto.
"Lalu siapa yang bisa kita percaya. KPK tidak bisa dipercaya lagi. MK tidak bisa dipercaya lagi. Presiden yang kita sayangi tidak bisa dipercaya lagi. Lalu siapa? Itu krisis yang serius," ungkapnya.
Putra Presiden pertama RI ini beberapa waktu lalu pernah mengusulkan agar Jokowi setelah selesai masa tugasnya ditetapkan sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, menggantikan Megawati Soekarnoputri yang saat itu memasuki usia ke-77 tahun.
"Sangatlah bijak bila Megawati Soekarnoputri diberi posisi strategis sebagai Ketua Dewan Pembina PDI Perjuangan dengan tetap mempunyai hak prerogatif sebagaimana semula," ujarnya ketika itu.
Namun, apa yang ada dibenaknya menjadi “rungkad” (berantakan) karena timbulnya masalah menyangkut putra-putra Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka bahkan Kaesang Pangarep.
"Yang satu urusan menjadi calon wakil presiden (cawapres) dari calon presiden (capres) Prabowo Subianto, yang lainnya “ujug-ujug” diangkat menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI)," tulisnya di sebuah media nasional.
Ia mengaku terkejut dengan kejadian di atas karena pada tanggal 17 Agustus 2023 yang lalu bertemu dengan Jokowi dan menanyakan perihal kebenaran berita-berita tersebut di atas, terutama mengenai pendirian politik Jokowi apakah masih konsisten mendukung Ganjar Pranowo untuk menjadi presiden.
Guntur akhirnya menarik kesimpulan memang sedang terjadi “something wrong” (sesuatu yang salah) dan ini, menurutnya, adalah fakta, bukan sekadar ilusi atau situasi yang digoreng oleh kalangan anti-Jokowi.
"Oleh sebab itu, kondisi ini harus dilawan karena keadaannya sudah membuat negara berada dalam kondisi berbahaya, di mana sebenarnya Presiden harus bertindak cepat untuk mengatasinya."
"Nyatanya tidak demikian, karena justru sikap Presiden yang naga-naganya menjadi penyebab terjadinya keadaan berbahaya tadi," katanya.