Perusakan APK Bakal Jadi Tren Pelanggaran dalam Sisa Waktu Masa Kampanye
Lolly menegaskan, perusakan dan penghilangan APK juga punya potensi untuk masuk dalam ranah pidana pemilu baik bagi tim pasangan calon pun masyarakat.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan hasil pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, tren yang bakal mencuat ke depannya selama tahapan kampanye adalah ihwal perusakan alat peraga kampanye (APK).
“Soal APK ini kemudian muncul ada yang menyatakan APK-nya dirusak,” kata Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (19/12/2023).
Lolly menegaskan, perusakan dan penghilangan APK juga punya potensi untuk masuk dalam ranah pidana pemilu baik bagi tim pasangan calon pun masyarakat.
Terkhusus masyarakat, jelas Lolly, meski tidak bisa dijerat melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tapi masih bisa menggunakan aturan-aturan yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Selama tahapan kampanye sejak 28 November lalu, Bawaslu telah menangani 70 dugaan pelanggaran dan 126 dugaan pelanggaran konten internet terkait pemilu atau hoaks.
Berdasarkan hasil pengawasan pula, tren kerawanan menyusul perusakan APK adalah berkaitan dengan berita hoaks.
“Sehingga dalam konteks ini Bawaslu tentu punya kewajiban untuk mengingatkan seluruh peserta pemilu untuk tidak melakukan perusakan atau penghilangan APK karena itu potensinya pidana pemilu,” pungkas Lolly.
Adapun secara rinci, Bawaslu telah menangani 70 perkara terkait dugaan pelanggaran pada masa kampanye, terdiri dari 35 perkara di tingkat pusat (laporan), dan 35 perkara di daerah (laporan dan temuan). 35 perkara di daerah bersumber dari 24 laporan (69 persen), dan 11 temuan (31 %).
Presentase tingginya laporan ke Bawaslu, lanjut Lolly, menunjukkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan sangat tinggi, melebihi partisipasi pada Pemilu tahun 2019.
Dari 70 perkara yang ditangani, 26 perkara diregistrasi (37 %), 40 laporan tidak diregistrasi (57 %), dan 4 perkara masih proses kajian awal dan perbaikan (6 %).
Berdasarkan jenis pelanggaran atas 26 perkara yang diregistrasi, 1 pelanggaran terdiri pelanggaran administrasi (siaran partai politik di televisi), 2 dugaan pelanggaran peraturan lainnya (netralitas ASN, diteruskan ke KASN), dan 23 laporan/temuan masih dalam proses penanganan pelanggaran.