Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PPATK: 36 Laporan Transaksi Mencurigakan Peserta Pemilu Sudah di Tangan Penegak Hukum

Polri dalam hal ini telah menerima 5 laporan transaksi mencurigakan, KPK 9 laporan, dan Kejaksaan Agung menerima 4 laporan.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in PPATK: 36 Laporan Transaksi Mencurigakan Peserta Pemilu Sudah di Tangan Penegak Hukum
Tribunnews.com/ Ashri Fadilla
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam acara Refleksi Kerja PPATK Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (10/1/2024). Ia mengungkap adanya temuan21 bendahara partai politik (parpol) menerima pendanaan dari luar negeri selama periode 2022 hingga 2023. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNES.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah melimpahkan 36 laporan transaksi mencurigakan terkait peserta Pemilu sejak tahun 2022 hingga Rabu (10/1/2024) kepada lembaga penegak hukum.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam hal ini telah menerima 5 laporan transaksi mencurigakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 9 laporan, dan Kejaksaan Agung menerima 4 laporan.

Baca juga: PPATK Ungkap 21 Bendahara Partai Politik Terima Pendanaan dari Luar Negeri, Angkanya Rp 278,9 Miliar

"Sampai hari ini, 10 Januari 2024, kepada Polri sudah sampaikan 5 kasus, kepada KPK 9 kasus, Kejaksaan 4 kasus," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam acara Refleksi Kerja PPATK Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Kemudian Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi yang paling banyak menerima laporan transaksi mencurigakan, mencapai 11 kasus.

Lalu laporan transaksi mencurigakan peserta Pemilu juga telah diterima Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Baca juga: PPATK Ungkap 21 Bendahara Partai Politik Terima Pendanaan dari Luar Negeri, Angkanya Rp 278,9 Miliar

Kedua lembaga itu menerima laporan terkait bidangnya masing-masing, yakni kejahatan narkotika dan lingkungan.

Berita Rekomendasi

"KLHK ada 1 kasus, BNN ada 6 kasus," kata Ivan.

Berdasarkan grafik yang ditampilkan pada acara Refleksi Kerja PPATK ini, nilai transaksi mencurigakan tertinggi diterima Polri, yakni Rp 4,4 triliun.

Kemudian laporan transaksi mencurigakan yang dilimpahkan ke KPK mencapai RP 3,6 triliun.

Sedangkan empat lembaga lainnya menerima laporan dengan nilai transaksi yang lebih rendah, sebab berkisar pada miliaran rupiah, yakni: KLHK Rp 264,27 miliar, Kejaksaan Agung Rp 122,6 miliar, BNN Rp 119,16 miliar, dan Bawaslu Rp 21,9 miliar.

Terkhusus tahun 2023 sendiri, PPATK telah meilmpahkan 12 laporan transaksi mencurigakan kepada lembaga-lembaga penegak hukum.

Kepala KPK, ada 2 informasi transaksi mencurigakan peserta Pemilu yang diterima.

"Pada tahun 2023 saja, PPATK sudah menyampaikan 2 informasi kepada KPK karena adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak yang terdaftar di dalam daftar calon tetap yang kita peroleh dari KPU," ujar Ivan.

Baca juga: Megawati Tidak Suka Di-bully Ketika Pemilu: Jangan Macam-macam

Kemudian ada 2 hasil analisis dan 1 hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada Polri, dan 1 informasi yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Lalu 3 informasi disampaikan kepada Badan Intelijen Negara (BIN) dan 3 informasi disampaikan kepada Bawaslu di tahun 2023.

Menurut Ivan, transaksi mencurigakan oleh peserta Pemilu ini dilakukan dengan berbagai modus, yakni:

• Penerimaan setoran dalam jumlah signifikan oleh nominee atau penerima manfaat
• Menerima sumber dana dari luar negeri kepada rekening anggota partai politik dan calon legislatif
• Memanfaatkan rekening lain atau non-RKDK yang bukan rekening khusus dana kampanye
• Penukaran valuta asing ke money changer sebagai sumber pendanaan kampanye 2024
• Penyaluran hibah yang bersumber dari APBD ke rekening unit usaha fiktif
• Penyalah gunaan dana kredit yang mengalir kepada simpatisan yang diduga untuk kepentingan partai politik tertentu.

Namun seluruh data-data terkait transaksi mencurigakan ini tak bisa disampaikan secara rinci, melainkan terbatas pada agregatnya saja.

"Beberapa data tidak bisa kami sampaikan. Tapi apa yang bisa kami lakukan adalah menjaga proses demokrasi ini tidak tercemari dari uang-uang yang berasal dari tindak pidana," kata Ivan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas