Aktivis Ciputat Kampanyekan Tagar Lawan Pemilu Curang, Prihatin Terhadap Situasi Politik Saat Ini
Kordinator Jaga C1, Lukman Azis mengaku prihatin dengan kondisi pemilu 2024 yang menunjukkan kemunduran demokrasi
Editor: Muhammad Zulfikar
Aktivis dan pendiri pers mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta, Rio Sumantri menganggap pemilu 2024 sangat menyedihkan sekaligus memalukan buat bangsa di mata dunia. "Matinya demokrasi di mulai tahun ini seiring diloloskannya kandidat capres dan cawapres yang melanggar etika dalam kancah pemilu 2024," ungkapnya.
Ia berharap para genzi dan Milenial (istilah untuk kaum muda saat ini) untuk melek politik. "Yang mau berkuasa ini titisan orang Orba. Media telah melabelkan pasangan capres ini sebagai anak haram konstitusi. Selain itu kabar terbaru KPU kita nilai unprofesional karena untuk kebutuhan support IT-nya tidak mempergunakan server dalam negeri tapi justru dari Singapura," tegasnya.
Aktivis 98 yang juga mantan Ketua Teater Tonggak LSMI HMI Cabang Ciputat, Neti Hernawati mengajak masyarakat, mahasiswa dan aktivis pro demokrasi untuk mengawal penyelenggaran pemilu yang Jurdil dan tanpa rekayasa.
"Aktivis Pro Demokrasi juga harus berani mengoreksi dan menyuarakan kesalahan input Form C1 Plano terutama karena ada indikasi penggiringan opini terhadap hitung suara manual mengikuti angka-angka yang ditampilkan dalam Sirekap. Karenanya saya mendesak hentikan Sirekap karena menyesatkan," tegasnya.
Sedangkan akademisi yang juga aktivis perempuan dalam pergerakan 98, Dinda Syariyuniska mengajak seluruh civitas akademika berbagai perguruan tinggi lebih tajam menyoroti kecurangan pemilu 2024. "Sebagai kaum intelektual harus lebih tegas atau akan kembali dibungkam seperti era orde baru dulu," katanya.
Aktivis asal Papua yang turut hadir dalam pernyataan sikap tersebut, Lamadi De Lamato mengharapkan para aktivis jangan berfikir kepentingan sesaat yang dapat merugikan bangsa ini kedepan.
"Hanya karena cari 'aman', lalu kekritisan hilang. Kekuasaan tetap harus dikontrol. Apalagi bila kekuasaan itu diperoleh dengan cara curang dan menghalalkan segala cara," ujarnya.
Sedangkan mantan Ketua Umum HMI cabang Ciputat, Yudi Ali Akbar melihat beberapa temuan kecurangan sepertinya memang direncanakan. "Melihat hasil penghitungan di TPS dengan yang tertera pada situng di KPU banyak sekali yang tidak sesuai. Karena itu kami menolak situng atau sirekap termasuk QC (Quick Count) yang dilakukan lembaga-lembaga survey, lakukan penghitungan ulang secara terbuka dan lebih transparan," pinta aktivis yg kini merupakan akademisi salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta tersebut.
"Kecurangan ini tidak boleh dibiarkan. Karena akan membuat hilangnya kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintahan yang terbentuk," katanya.
Karenanya lanjut Yudi, jangan salahkan kalau masyarakat akan bertindak dengan caranya sendiri seperti yang terjadi tahun 1998.