Terdakwa Aprijon Keberatan Didakwa Lakukan Pemalsuan Daftar Pemilih PPLN Kuala Lumpur
Kuasa Hukum terdakwa Aprijon, Emil Salim, mengatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cacat formil dan materil.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aprijon, satu di antara beberapa terdakwa kasus dugaan tindak pidana pemilu di PPLN Kuala Lumpur, Malaysia mengajukan keberatan atas dakwaan Jaksa.
Ia bersama tujuh terdakwa lainnya diduga telah memalsukan data dan daftar pemilih untuk Pemilu 2024 di wilayah Kuala Lumpur.
Baca juga: 7 PPLN Kuala Lumpur Didakwa Melakukan Pemalsuan Data Daftar Pemilih Pemilu 2024
Kuasa Hukum terdakwa Aprijon, Emil Salim, mengatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cacat formil dan materil.
Ia menyebut, JPU tidak menuliskan secara lengkap identitas terdakwa tentang tempat tinggal atau alamat terdakwa, melainkan hanya menulis nama jalan namun tidak menyebutkan dengan jelas nama Kabupaten/Kota tempat tinggal Terdakwa.
Padahal, jelasnya, syarat formil surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP yakni, “Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan yang diberi tanggal dan di tanda tangani serta berisi, huruf (a) nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka".
Baca juga: Sempat Buron, Satu Terdakwa PPLN Kuala Lumpur Hadiri Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Kemudian, Emil mempermasalahkan, surat dakwaan No. REG. PERK : PDM – 20/M.1.10/03/2024 diberi tanggal 10 Maret 2024, sedangkan perkara dilimpahkan tanggal 8 Maret 2024 pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana Reg. perkara No. 185/Pid.Sus/2024/PN Jkt.Pst.
Terkait hal itu, ia menilai, secara hukum seharusnya jika perkara dilimpahkan tanggal 8 Maret 2024 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seharusnya surat dakwaan diberi tanggal sebelum perkara dilimpahkan.
Sebab, menurutnya, hal tersebut sebagaimana aturan Pasal 141 ayat (1), yakni ”Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan”.
Adapun untuk dalil cacat materil, kuasa hukum Aprjion mengatakan, uraian surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap.
Karena, ia menjelaskan, dalam surat dakwaan tidak menggambarkan secara utuh dan bulat tentang perbuatan materil para terdakwa secara pribadi berupa perbuatan yang bersifat melawan hukum.
Baca juga: Satu PPLN Kuala Lumpur yang Buron Kasus Mark Up DPT Pemilu Menyerahkan Diri
"Justru segala tindakan para terdakwa dilakukan melalui mekanisme pengambilan keputusan PPLN dalam rapat pleno terbuka tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS), Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) dan Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT)," kata Emil, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis (14/3/2024).
Tak hanya itu, Emil juga mengatakan, uraian surat dakwaan lebih banyak membahas tentang pelanggaran pemilu, bukan tindak pidana pemilu.
Lebih lanjut, ia menilai, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang menangani perkara pidana yang terjadi di luar negeri.
Sebelumnya, Tujuh orang panitia Penyelenggara Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melakukan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024.
Ketujuh terdakwa, yakni Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur (KL) dan enam anggotanya: Tita Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad.
Mereka diduga telah memalsukan data dan daftar pemilih untuk wilayah Kuala Lumpur.
"Dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan," kata Jaksa, saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).