Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Sebut Pemohon Uji Materi Agar Pelantikan Presiden Dipercepat Tak Paham Hukum Tata Negara

Pengamat mengkritisi adanya pihak yang mengajukan uji materi UU tentang Pemilu ke MK agar pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih dipercepat.

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pakar Sebut Pemohon Uji Materi Agar Pelantikan Presiden Dipercepat Tak Paham Hukum Tata Negara
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ilustrasi - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari mengkritisi adanya pihak yang mengajukan uji materi Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih dipercepat. 

"Saat ini, kami meminta kepada MK diterbitkannya norma baru soal percepatan waktu pelantikan," kata Desy.

Berkas permohonan perkara ini terdiri dari dua halaman.

Para Pemohon menjelaskan beberapa alasan yang diajukan, di antaranya mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan global, mempertimbangkan kondisi politik geopolitik global, serta mempertimbangkan kepastian hukum.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar ketentuan dalam Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu tersebut ditambahkan frasa, “apabila calon presiden dan calon wakil presiden terpilih telah memperoleh suara pada pemilu putaran pertama lebih dari 50 persen dan setelah ditetapkan oleh KPU, maka MPR harus segera melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih selambat-lambatnya pada 3 bulan setelah ditetapkan oleh KPU”.

Merespons permohonan ini, Hakim Arief Hidayat mengatakan, permohonan yang diajukan para Pemohon tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga dapat dengan mudah dikatakan permohonan kabur.

Arief menyarankan para Pemohon mempelajari Peraturan MK (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, yang menjelaskan poin-poin yang harus dimuat dalam permohonan. Misalnya seperti identitas Pemohon, kewenangan MK, kedudukan hukum Pemohon, alasan permohonan, serta petitum yang memuat hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan pengujian.

Arief menjelaskan, para Pemohon seharusnya menjelaskan mengenai pertentangan Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 sebagai konstitusi.

Berita Rekomendasi

Kemudian, Para Pemohon juga seharusnya menjabarkan kerugian konstitusional akibat berlakunya ketentuan tersebut sejalan dengan alasan mengenai percepatan pelantikan presiden terpilih masuk dalam pasal dimaksud.

Tak hanya itu, para Pemohon juga harus memperhatikan ketentuan lainnya misalnya Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945, yang menyatakan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Menurut Arief, ketentuan itu yang menjadi dasar pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih digelar setiap 20 Oktober. Sebab, untuk memenuhi masa jabatan lima tahun.

"Saya tunjukkan substansi kenapa dilantik pada tanggal 20 Oktober karena untuk genap 20 Oktober, kalau enggak genap lima tahun berarti malah permohonan ini yang melanggar konstitusi. Mahkamah kalau memutus seperti keinginan Saudara, Mahkamah yang melanggar konstitusi," kata Arief.

Lebih lanjut, Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan, para Pemohon dapat memperbaiki permohonan selama 14 hari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas