Putusan MK Buka Jalan bagi Anies Baswedan dan PDIP Maju di Pilgub Jakarta, Apa Saja yang Berubah?
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah peraturan terkait pencalonan Kepala Daerah. Anies Baswedan dan PDIP masih berpeluang di Jakarta.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peluang Anies Baswesan dan PDIP di Pilgub Jakarta kini terbuka menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi beberapa saat lalu.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Selasa (20/8/2024).
Pencalonan gubernur Jakarta yang sebelumnya sempat menuai polemik karena "borong tiket" oleh Koalisi Indonesia Maju kini dapat berubah.
Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sebelumnya kehabisan partai politik dengan perolehan suara 20 persen di Pileg DPRD DKI Jakarta otomatis punya harapan.
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Tak wajib punya kursi
MK juga memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.
Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.
MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.
"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut: