Bagi Peran, Suami Promosikan Jasa Aborsi Ilegal via Online, Istri Jadi Eksekutor Aborsi
Pasutri di Bekasi jadi dalang aborsi ilegal, sang suami bertugas promosikan jasa aborsi via online, sang istri jadi eksekutor aborsi.
Penulis: Theresia Felisiani
Namun, keduanya ternyata tidak memiliki latar belakang di dunia kedokteran.
Tersangka hanya belajar melakukan aborsi dari tempat dia bekerja sebelumnya.
"ER ini sebagai pelaku yang melakukan tindakan aborsi. Dia tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," ucap Yusri.
Baca juga: Pasutri di Bekasi Jadi Otak Aborsi Ilegal, Hanya Terima Janin Berusia di Bawah 2 Bulan
Berdasarkan hasil penyelidikan, ER ternyata pernah bekerja di klinik aborsi di kawasan Tanjung Priok pada tahun 2000.
Di tempat itu, ER bekerja selama empat tahun di bagian pembersihan jasad janin yang telah diaborsi.
"Dari situ lah dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi," ungkap Yusri.
Namun demikian, lanjut Yusri, ER hanya menerima permintaan aborsi dengan usia janin di bawah dua bulan atau sekitar delapan minggu.
"Karena bagi dia usia (janin) di bawah delapan minggu itu mudah untuk dihilangkan atau dibuang buktinya karena bentuknya masih berupa gumpalan darah," ujar dia.
Pengakuan Pasien Aborsi Ilegal Rumahan di Bekasi
Selain pasangan suami istri ST dan ER, polisi juga menangkap RS yang merupakan pasien aborsi ilegal.
RS mengaku terpaksa menggugurkan janinnya karena takut tidak dapat menghidupinya ketika lahir nanti.
Ia mengatakan, keluarganya sedang hidup dalam kondisi kesulitan ekonomi, ditambah suaminya yang tengah terbaring sakit.
"Menurut pengakuannya, suaminya sedang sakit sehingga ada keterbatasan ekonomi sehingga harus menggugurkan. Takut nanti menanggung pada saat melahirkan," ujarnya.
Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain satu kantong plastik berisi jasad janin hasil aborsi, satu set alat vakum, tujuh botol air infus dan selang, serta, satu kotak obat perangsang aborsi.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. (tribun network/thf/TribunJakarta.com)