Kelompok Bersenjata di Papua Sulit Diidentifikasi Karena Kerap Berbaur dengan Warga Lokal
"Tak ada batas waktu. Yang jelas, mereka harus tertangkap, hidup atau pun mati," tandasnya.
Editor: Hasanudin Aco
Sejauh ini belum ada pernyataan apa pun dari Egianus Kagoya, dan ia tak diketahui keberadaannya.
Di sisi lain, ada pula Sebby Sambom, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat yang mengaku bahwa mereka berada di balik serangan itu.
Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, ia mengaku bahwa mereka adalah pelaku serangan yang membunuh para pekerja konstruksi proyek jembatan di Nduga karena bagi OPM, sebagian besar pekerja adalah anggota TNI, yang dianggap musuh oleh OPM.
"Kami melawan Indonesia, yang kami lawan itu bukan manusia. Mereka adalah manusia yang berwatak binatang. Oleh karena itu, kami menempuh jalan perang. Itu prinsip TPM," kata Sebby.
Para korban itu: tentara atau pekerja?
Sebby Sambom, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat menyebut, yang mereka bunuh bukanlah pekerja sipil, melainkan tentara zeni.
"Sebagian besar pekerja adalah anggota TNI ... hampir semua orang tahu itu," kata Sebby kepada wartawan BBC News Indonesia, Mohamad Susilo.
Ia mengatakan pihaknya sudah pernah meminta pembangunan jalan ini dibatalkan, tapi permintaan ini tak dipenuhi.
Sebuah akun Facebook kelompok Papua Merdeka -belum bisa diverifikasi- mengaku telah lebih dari tiga bulan memantau para pekerja di jembatan Kali Aworak, Kali Yigi, dan Pos Mbua, sebelum kemudian melakukan serangan itu.
Di sisi lain, baik PT Istaka Karya maupun polisi dan TNI memastikan, dari 20 orang yang sudah dipastikan tewas, 19 adalah warga sipil. Sementara satu tentara tewas dalam serangan lain kelompok itu ke sebuah pos tentara.
Beberapa korban yang selamat dari peristiwa itu juga menegaskan bahwa mereka adalah pekerja biasa, sebagian besar berasal dari Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Salah satunya adalah Martinus Sampe (25 tahun) yang menceritakan kisah serangan ini melalui sambungan telepon ke Nelson Salembang, tetangganya di Dusun Poya, Kapalapitu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Adapun anak Nelson, Anugrah Tandirannu (17 tahun), tewas, begitu juga dengan Alpianus (27 tahun), sepupu Martinus, dan setidaknya 17 orang lain.
Baik Martinus dan Alpianus sama-sama bertugas sebagai operator ekskavator PT Istaka Karya yang mengerjakan proyek pembangunan jembatan di Nduga.
Komandan Distrik Militer 1414 Tana Toraja, Letkol Czi Hiras Mameak Saragih Turnip, menegaskan pula hal itu.
"Kesemuanya kami sudah identifikasi, bahwa mereka pekerja adalah murni warga sipil dan bukan dari pihak TNI," kata Hiras Mameak Saragih Turnip, kepada wartawan, Jumat (07/12), sebagaimana laporan Jufri Tonapa, seorang wartawan di Tana Toraja.
Ia menyebut, para pekerja warga Tana Toraja yang tewas itu jumlahnya 11 orang, sementara empat orang selamat.
Kapolres Tana Toraja, AKBP Julianto P Sirait menyebut, dari 11 orang itu sembilan jenazah telah dipulangkan ke keluarga mereka di Toraja Utara.
Bagaimana reaksi pemerintah?
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa para pelaku akan 'ditumpas sampai ke akar-akarnya,' namun pembangunan infrastruktur Papua tak akan dihentikan.
"Saya tegaskan, tidak ada tempat untuk kelompok kriminal bersenjata di tanah Papua maupun di seluruh pelosok Indonesia. Dan kita tidak akan pernah takut," tegas Jokowi.
Hal itu, kata Jokowi, justru "membuat tekad saya membara untuk melanjutkan tugas besar kita... untuk membangun tanah Papua... serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Sementara TNI dan Polri mengirim ratusan anggotanya ke lokasi, dan sejauh ini sudah berhasil membawa keluar 20 jenazah, dan mengungsikan sejumlah pekerja yang selamat.
Mereka menegaskan bahwa para pelaku akan terus diburu, 'hidup atau pun mati.' Dan mereka harus menyerah tanpa syarat.