Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Teror Penyidik KPK Novel Baswedan, PR Besar Buat Kabinet Jokowi

Peneliti ICW Wana Alamsyah menilai kerja tim tersebut belum berhasil mengungkap pelaku serta otak teror air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswdan.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kasus Teror Penyidik KPK Novel Baswedan, PR Besar Buat Kabinet Jokowi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik KPK Novel Baswedan bersiap memberikan kesaksian bagi terdakwa mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari pada sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/10/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan tiga orang saksi yang dihadirkan JPU KPK yakni mantan anggota Komisi V DPR yang juga terpidana kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Miryam S. Haryani, Penyidik KPK Novel Baswedan, dan jaksa KPK Heryawan Agus. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Padahal kata dia, anggota tim telah memeriksa puluhan saksi, puluhan rekaman CCTV juga lebih 100 toko bahan kimia.

Baca: Tokoh Maluku: Erick Thohir Tak Sukses Pimpin TKN karena Gagal Menangkan Jokowi- Amin Secara Absolut

"Bagaimana bukti yang telah dicek? Ada sekitar 74 orang yang telah diperiksa, 38 rekaman CCTV dan 114 toko penjual bahan-bahan kimia. Lalu, bagaimana kemudian selama 2 tahun enam bulan kasus Novel Baswedan tidak kunjung ada titik terangnya. Lalu apakah kepolisian gagal? Ya memang gagal," kata Wana kepada wartawan, Senin (21/10/2019).

"Sehingga apa yang harus dilakukan Jokowi saat ini, membentuk TGPF Independen adalah waktu yang tepat," katanya lagi.

Wana merinci, tim pertama dibentuk pada 12 April 2017 oleh Kapolda Metro Jaya saat itu, Idham Aziz.

Mantan anggota Komisi V DPR Miryam S. Haryani (tengah) bersama penyidik KPK Novel Baswedan (kanan) memberikan kesaksian bagi terdakwa mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari pada sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/10/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan tiga orang saksi yang dihadirkan JPU KPK yakni mantan anggota Komisi V DPR yang juga terpidana kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Miryam S. Haryani, Penyidik KPK Novel Baswedan, dan jaksa KPK Heryawan Agus. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan anggota Komisi V DPR Miryam S. Haryani (tengah) bersama penyidik KPK Novel Baswedan (kanan) memberikan kesaksian bagi terdakwa mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari pada sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/10/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan tiga orang saksi yang dihadirkan JPU KPK yakni mantan anggota Komisi V DPR yang juga terpidana kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Miryam S. Haryani, Penyidik KPK Novel Baswedan, dan jaksa KPK Heryawan Agus. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sementara tim kedua dibentuk Januari 2019 oleh Kapolri Tito Karnavian yang disebut sebagai Tim Gabungan Pencari Fakta.

Baca: Fadli Zon Disebut-sebut Masuk Bursa Calon Menteri di Kabinet Jokowi, Segini Daftar Kekayaannya

Kemudian tim ketiga dibentuk pada Agustus 2019, yakni tim teknis yang dibuat atas rekomendasi tim sebelumnya di bawah komando Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta.

Namun hingga 2,5 tahun pengusutan, kasus tersebut tak kunjung menemui titik terang. Karena itu, sejumlah pegiat HAM dan pakar hukum mendesak Presiden Jokowi tak lagi berkilah dan segera membentuk Tim Pencari Fakta Gabungan (TGPF) Independen.

Baca: Inilah Sosok M Sabilul Alif, Ajudan Pribadi Wapres Maruf Amin yang Pintar Ngaji

Berita Rekomendasi

Di sisi lain, Koordinator KontraS Yati Andriyani memperingatkan, keengganan Jokowi untuk membentuk TGPF Independen hanya akan menghancurkan wibawa presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

"Dua tahun adalah waktu yang sudah sangat panjang dan perlu bagi presiden untuk menyatakan bahwa Polri gagal mengungkap kasus serangan terhadap Novel Baswedan. Dan kegagalan ini tidak bisa kita taruh sebagai kegagalan Polri, tetapi juga tamparan terhadap kewibawaan presiden sebagai pimpinan dari kepolisian," kata Yati kepada wartawan, Senin (21/10/2019).

Kalangan masyarakat sipil pun telah menuliskan surat terbuka guna mendesak penyelidikan menyeluruh atas teror air keras terhadap Novel Baswedan.

Surat ini hendak mengingatkan presiden terpilih Jokowi akan salah satu janji kampanye mengenai perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas