Soal Isu Aturan Cadar di ASN, Haedar Nashir: Cara Sosialisasi Pemerintah Tak Pas, Jadi Kontroversi
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Hadar Nashir menilai cara pemerintah kurang pas dalam mengkomunikasikan pada masyarakat soal pelarangan cadar di ASN.
Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Ifa Nabila
Haedar berpandangan, sebagian masyarakat terlalu semangat dalam beragama, sehingga akhirnya kurang memperoleh bimbingan yang komprehensif maka terjadi kecenderungan-kecenderungan yang ekstrem.
Akibatnya, prinsip yang seharusnya digunakan untuk diri sendiri digunakan untuk orang lain, lalu terjadi intoleransi juga terjadi tindakan-tindakan yang tidak semestinya.
Problemnya adalah sikap orang yang radikal disertai sikap fanatik buta terhadap keyakinan sendiri dan tidak menghargai dan menghoramti keyakinan orang lain.
Maka ia mengimbau, yang diperlukan dalam beragama itu juga kematangan, kedewasaan, spiritualitas, dan sifat untuk selalu tasamuh, toleran terhadap keragaman orang lain.
Awal Radikalisme Menurut Haedar Nashir
Haedar mengajak untuk melihat soal radikalisme itu dalam dua sisi, yang pertama konsep radikal itu awalnya konsep netral kembali ke akar.
Tetapi kemudian dalam perkembangan politik ada gerakan politik yang radikal yang ingin mengubah tatanan.
Terdapat orang-orang, sekelompok orang yang ingin kembali ke akar (radikal).
Lalu, ada dua kecenderungan, satu karena dia kembali ke akar atau ke prinsip dan memandang prinsipnya yang paling benar, sehingga dia tidak toleran terhadap prinsip orang lain.
Akibat tidak toleran, maka sering menempuh cara-cara yang melampaui batas, itulah yang disebut dengan ekstrem.
Kemudian yang kedua, ada bias, hal -hal yang sebenarnya bukan akar dianggap akar, lalu menyebabkan sering terjadi kontroversi.
Oleh karena itu, dirinya berpendapat, masalah ini perlu didialogkan antara pemerintah dengan seluruh komponen bangsa termasuk Muhammadiyah agar mempunyai kesepahaman tentang konsep radikalisme.
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)