Wahyu Setiawan Dinilai Tak Penuhi Syarat Ditetapkan Jadi Justice Collaborator, Ini Alasan Jaksa
Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dinilai tidak memenuhi persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai Justice Collaborator (JC).
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Kemudian bantahan mengenai uang yang diterima dari Saeful Bahri tidak terkait dengan surat permohonan penggantian caleg Harun Masiku di KPU RI.
Serta bantahan mengenai uang yang ditransfer Rosa Muhammad Thamrin Payapo adalah untuk bisnis property.
"Bantahan-bantahan tersebut sama sekali tidak beralasan karena bertentangan dengan keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya," katanya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Wahyu Setiawan, pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum meyakini Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Agustiani Tio Fridelina terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Di antaranya menerima uang sebesar SGD19,000.00 dan sebesar SGD38,350.00 atau seluruhnya setara dengan jumlah sebesar Rp 600 juta dari Saeful Bahri, kader PDI Perjuangan.
Upaya pemberian suap itu dilakukan agar Wahyu, selaku Komisioner KPU RI menyetujui permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Partai PDI Perjuangan dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Wahyu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yaitu menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo, Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Barat, terkait proses seleksi Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020 – 2025.
Tak hanya pidana pokok, Wahyu dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung pada saat terdakwa selesai menjalani pidana.
Sedangkan, Agustiani juga dituntut pidana penjara selama 4 tahun dan enam bulan penjara serta denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menilai hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana.
Hal-hal yang memberatkan, yaitu perbuatan para Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Kemudian perbuatan para terdakwa berpotensi mencederai hasil pemilu sebagai proses demokrasi yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat.
Serta, para Terdakwa telah menikmati keuntungan dari perbuatannya.