Majelis Hakim Tolak Eksepsi Jaksa Pinangki: Keberatan Tidak Dapat Diterima, Sidang Dilanjutkan!
Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
Aldres pun merasa keberatan terkait Pinangki didakwa bermufakat jahat untuk memberi suap kepada pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung (MA).
Menurutnya, dakwaan Jaksa tidak membeberkan siapa pejabat tersebut.
"Tapi di dalam dakwaan tidak disebutkan apa pejabatnya siapa pejabatnya, emang pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung cuma satu. Tadi dia bilang sudah jelas itu, tapi kami tetap merasa itu tidak jelas siapa yang mau disuap oleh Pinangki ini," kata Aldres.
Jaksa soal Eksepsi
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung Pinangki Sirna Malasari.
Jaksa meyakini seluruh dakwaan terhadap Pinangki memenuhi unsur pasal suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat.
"Memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memutuskan, menolak keseluruhan keberatan atau eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Menyatakan bahwa surat dakwaan yang telah kami bacakan telah memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP," kata Jaksa Kemas Roni saat membacakan tanggapan atas eksepsi Pinangki di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/10/2020).
Jaksa membeberkan, surat dakwaan telah mengurai secara lengkap rangkaian perbuatan Pinangki, termasuk mengenai keterangan waktu dan lokasi terjadinya pidana.
Mengenai dakwaan penerimaan suap misalnya, surat dakwaan telah menguraikan perbuatan Pinangki menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS dari terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra melalui pengusaha Andi Irfan Jaya.
Uang itu merupakan uang muka fee dari yang dijanjikan Djoko Tjandra sebesar 1 juta dolar AS terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) melalui Kejagung agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Selain itu, Jaksa mengklaim, surat dakwaan juga telah menguraikan perbuatan Pinangki bermufakat jahat dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk memberi hadiah atau janji sebesar 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA.
Terkait pencucian uang, Jaksa mengklaim surat dakwaan juga telah membeberkan perbuatan Pinangki menggunakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang 500 ribu dolar AS yang diterimanya dari Djoko Tjandra.
Untuk itu, Jaksa membantah pernyataan penasihat hukum Pinangki yang dalam eksepsinya menyebut surat dakwaan tidak cermat, jelas dan lengkap dalam menguraikan perbuatan Pinangki.
Apalagi, setelah dakwaan dibacakan, Pinangki dan kuasa hukumnya mengaku telah mengerti dakwaan yang disampaikan Jaksa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.