Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi III DPR Prihatin 2 Jenderal Polisi Berebut Uang Suap Djoko Tjandra

"Kami di Komisi III prihatin dengan apa yang diungkapkan dalam surat dakwaan JPU dalam kasus kedua Pati Polri tersebut," kata Asrul Sani.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Komisi III DPR Prihatin 2 Jenderal Polisi Berebut Uang Suap Djoko Tjandra
Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus suap, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Djoko Tjandra didakwa atas tindakan pemberian suap sebesar USD 500 ribu kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai biaya pengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) serta didakwa memberikan suap uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Irjen Pol Napoleon Bonaparte serta uang sejumlah USD 150 ribu kepada Brigjen Pol Prasetijo Utomo untuk menghapus namanya dari daftar pencarian orang (DPO). Tribunnews/Irwan Rismawan 

Suap berawal dari Prasetijo yang mengenalkan Tommy Sumardi ke Irjen Napoleon Bonaparte, saat itu Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.

Tommy Sumardi merupakan rekanan Djoko Tjandra yang dimintai bantuan mengurus penghapusan red notice Interpol dan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).

”Untuk mewujudkan keinginan Joko Soegiarto Tjandra, pada 9 April 2020, Tommy Sumardi mengirimkan pesan melalui Whatsapp berisi file surat dari saudara Anna Boentaran, istri Djoko Tjandra. Brigjen Prasetijo meneruskan file tersebut kepada Brigadir Fortes. Prasetijo memerintahkan Fortes untuk mengeditnya sesuai format permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter. Setelah selesai diedit, Fortes mengirimkan kembali file tersebut untuk dikoreksi Prasetijo. File konsep surat kemudian dikirimkan Prasetijo kepada Tommy Sumardi,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.

Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sebesar SGD 200 ribu dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dalam kasus suap penghapusan red notice. Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sebesar SGD 200 ribu dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dalam kasus suap penghapusan red notice. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Urusan belum selesai, Prasetijo kemudian mengenalkan Tommy Sumardi pada Irjen Napoleon Bonaparte.

Dalam pertemuan itu, Napoleon mengatakan red notice Djoko Tjandra bisa dibuka asal disiapkan Rp 3 miliar.

”Dalam pertemuan, terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh Napoleon dijawab '3 lah (Rp 3 miliar) ji,” kata jaksa.

Tommy Sumardi lalu melaporkan hal itu ke Djoko Tjandra yang dibalas langsung dengan mengirimkan 100 ribu AS.

BERITA TERKAIT

Setelahnya Tommy Sumardi mengantarkan uang itu ke Napoleon ditemani Prasetijo.

”Setelah Tommy Sumardi menerima uang tunai sejumlah 100 ribu dolar AS dari Joko Soegiarto Tjandra, pada 27 April, Tommy Sumardi bersama terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo menuju kantor Divhubinter untuk menemui dan menyerahkan uang itu kepada Irjen Napoleon Bonaparte,” kata jaksa.

”Dalam perjalanan, di mobil terdakwa, Brigjen Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian terdakwa mengatakan 'banyak banget ini ji buat Beliau? buat gue mana?” ungkap jaksa.

”Saat itu uang dibelah dua oleh terdakwa dengan mengatakan 'ini buat gue, nah ini buat Beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2,” sambungnya. Tommy Sumardi pun hanya membawa 50 ribu dolar AS untuk Napoleon. Uang itu akhirnya ditolak Napoleon.

Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri itu didakwa mendapat 150 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra untuk mengurus penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol. Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri itu didakwa mendapat 150 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra untuk mengurus penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

”Tommy Sumardi menyerahkan sisa uang yang ada 50 ribu dolar AS, namun Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'ini apaan nih segini, nggak mau saya. Naik Ji jadi 7 Ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan Beliau dan berkata 'petinggi kita ini'. Selanjutnya pukul 16.02 WIB, Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo dengan membawa tas kertas warna gelap meninggalkan Gedung TNCC Mabes Polri,” tutur jaksa.

Keesokan harinya, Tommy Sumardi memberikan uang secara bertahap ke Napoleon, yaitu 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS.

Napoleon pun memproses penghapusan Red Notice Interpol dan DPO Djoko Tjandra dalam hitungan hari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas