Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Eks KSAU Ungkap Kisah Dirinya Harus Izin Singapura saat Hendak Kirim Logistik Pasukan ke Natuna

Ia mengaku kaget ketika dia harus meminta izin dari otoritas penerbangan Singapura, saat akan mengirimkan logistik ke Natuna.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Eks KSAU Ungkap Kisah Dirinya Harus Izin Singapura saat Hendak Kirim Logistik Pasukan ke Natuna
Tangkapan Layar: Kanal Youtube Forum Insan Cita
Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim. 

Beberapa diantaranya adalah apa yang menjadi perbedaan antara Perjanjian FIR 2022 dengan Pasal 2 ayat (1) dari Perjanjian FIR 1995?

Baca juga: Cerita FIR di Masa Lalu: Marsekal TNI AU Kaget, Kirim Logistik ke Natuna Harus Izin ke Singapura

Pasal 2 ayat (1) Perjanjian FIR 1995 menentukan “Pemerintah Indonesia mendelegasikan ke Singapura ruang udara 90 nm dari SINJON (01 13'24"N 103 51'24"E) hingga ketinggian 37,000 kaki dalam penyesuaian FIR Jakarta dan selatan Singapura, yang disebut sebagai Sektor A…”

Lalu ada kecurigaan publik mengapa pemerintah bersedia untuk mengikuti kehendak Singapura untuk men-tandem-kan tiga perjanjian sekaligus yaitu Perjanjian FIR, Perjanjian Pertahanan dan Perjanjian Ekstradisi?

Apakah pemerintah telah berhitung konsekuensi dari langkah cerdik Singapura? Apa yang didapat dari pemerintah? Apakah sekedar buron? Apakah memadai bila buron ditukar tentang hal yang berkaitan dengan kedaulatan?

"Akuntabilitas pemerintah diatas perlu dilakukan di DPR sebagai representasi rakyat dan dalam forum terbuka," tegasnya.

Mahfud: Segera diratifikasi

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah akan segera meratifikasi tiga perjanjian kerja sama dengan pemerintah Singapura yang ditandatangani pada 25 Januari 2022 lalu.

Berita Rekomendasi

Tiga perjanjian tersebut yakni tentang Flight Information Region (FIR), Defence Cooperation Agreement (DCA), dan ekstradisi.

"Di dalam tata hukum kita perjanjian internasional itu harus diratifikasi agar punya daya laku. Untuk itu pemerintah memutuskan akan segera memproses ratifikasi," kata Mahfud MD dalam kanal Youtube Kemenko Polhukam RI, Rabu (16/2/2022).

Mahfud MD mengatakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang, proses ratifikasi dua dari tiga perjanjian tersebut harus melibatkan DPR.

Dua perjanjian tersebut, kata dia, yakni perjanjian tentang DCA dan ekstradisi.

"Itu menurut Undang-Undang harus diratifikasi oleh DPR," kata Mahfud MD.

Pemerintah, kata dia, bersyukur tiga perjanjian tersebut telah bisa diselesaikan pada awal tahun ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas