Tolak Wacana Penundaan Pemilu, Nurdin Halid: Tak Ada Alasan Fundamental yang Konstitusional
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid menolak wacana penundaan Pemilu tahun 2024.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
“Saya menganggap wacana seperti itu sah saja dalam dinamika demokrasi. Perdebatan isu-isu strategis di ruang publik justru membuat masyarakat bangsa kita semakin matang dan semakin rasional dalam berdemokrasi. Jadi, ini bagian dari konsolidasi demokrasi kita,” kata Nurdin.
Meski memahami kekuatiran dan harapan itu, Nurdin Halid menolak penundaan Pemilu sebagai solusi.
Sebab, menunda Pemilu berarti mengingkari demokrasi yang menjadi pilihan para pendiri Bangsa yang tertuang dalam Konstitusi UUD 1945 dan diteguhkan melalui Reformasi ‘berdarah’ 1998.
“Sistem demokrasi memang tidak sempurna. Namun, itulah sistem terbaik yang ada di dunia saat ini. Karena itu, kita tidak usah merusak sistem yang sudah semakin membaik ini. Kemajuan yang kita alami dalam 24 tahun era Reformasi adalah buah dari demokrasi yang ditandai dengan siklus Pileg, Pilpres, dan Pilkada lima tahunan,” kata Nurdin.
Di sisi lain, Nurdin menyebut data empirik tentang keberhasilan bangsa Indonesia menggelar Pemilu selama era Reformasi, termasuk Pileg dan Pilpres serentak tahun 2019 serta Pilkada serentak tahun 2018 dan 2020.
“Pemilu serentak Pileg dan Pilpres pertama kali tahun 2019 berjalan baik-baik saja. Meski ada pembelahan di masyarakat, namun semua terkendali. Kita juga sudah teruji menggelar dua kali Pilkada serentak. Bahkan, kita sukses melaksanakan Pilkada serentak tahun 2020 di tengah pandemi Covid-19,” kata Nurdin.
Nurdin Halid juga tidak sependapat dengan kekuatiran terhadap freeze (pembekuan) ekonomi dan ketidakpastian kondisi ekonomi pasca Pemilu.
Nurdin menilai, Pemilu serentak Februari yang diikuti Pilkada serentak Novermber 2024 justru akan menghidupkan perekonomian nasional.
Pesta demokrasi terbesar tahun 2024 akan menyertakan sekitar 50 ribu calon anggota DPRD di 514 kabupaten/kota, DPRD di 34 propinsi, DPR pusat, dan DPD.
Ditambahkan, pagelaran Pilkada serentak 2024 juga akan menggerakkan perekonminan daerah untuk memilih pasangan gubernur-wakil gubernur di 34 propinsi dan pasangan bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota di 514 kabupaten/kota.
Nurdin Halid memperkirakan, perputaran uang saat Pemilu dan Pilkada serentak 2024 mencapai sekitar Rp 200 triliun.
Dana APBN saja untuk biaya pnyelenggaaan Pimilu dan Pilkada serentak 2024 mencapai Rp 102 triliun, yaitu Rp 76 triliun untuk Pileg dan Pilpres serta Rp 26 triliun untuk Pilkada.
Caleg DPR RI dan DPD yang akan berkontestasi pada Pileg sekitar 10.000 orang. Caleg DPRD I dan DPRD II berjumlah sekitar 30.000 orang. Cagub-cawagub, cabub-cawabup, dan cawalkot sekitar 3.500 orang.
Itu di luar tim sukses masing-masing calon.
Artinya, aktivitas belanja barang dan jasa para calon wakil rakyat, calon presiden, dan calon DPD akan sangat besar.