Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yusril Sebut Wacana Penundaan Pemilu 2024 Berimplikasi kepada Legalitas dan Legitimasi Kekuasaan

Keabsahan penundaan Pemilu sangat penting agar negara tidak carut marut karena penyelenggaranya tidak memiliki legitimasi.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Yusril Sebut Wacana Penundaan Pemilu 2024 Berimplikasi kepada Legalitas dan Legitimasi Kekuasaan
Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
Yusril Ihza Mahendra 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan penundaan pemilu tidak hanya bisa dilakukan hanya berdasarkan usulan ketua umum Parpol saja. Penundaan Pemilu berimplikasi kepada legalitas dan legitimasi kekuasaan.

"Meskipun usul itu kemudian disepakati oleh semua partai yang punya wakil di DPR, DPRD dan MPR, tetapi kesepakatan itu bukanlah kesepakatan lembaga-lembaga negara yang resmi dan legitimate untuk mengambil keputusan menurut UUD 45," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (27/2/2022).

Keabsahan penundaan Pemilu sangat penting agar negara tidak carut marut karena penyelenggaranya tidak memiliki legitimasi.

Menurutnya, penundaan Pemilu 2024 itu hanya mungkin mendapatkan keabsahan dan legitimasi jika dilakukan dengan menempuh tiga cara.

Pertama yakni Amandemen UUD 45; kedua, Presiden mengeluarkan Dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner; dan ketiga menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.

"Ketiga cara ini sebenarnya berkaitan dengan perubahan konstitusi, yang dilakukan secara normal menurut prosedur yang diatur dalam konstitusi itu sendiri, atau cara-cara tidak normal melalui sebuah revolusi hukum, dan terakhir adalah perubahan diam-diam terhadap konstitusi melalui praktik, tanpa mengubah sama sekali teks konstitusi yang berlaku," katanya.

Berita Rekomendasi

Yusril mengatakan, dasar paling kuat untuk memberikan legitimasi pada penundaan Pemilu dan sebagai konsekuensinya adalah perpanjangan sementara masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD dan DPRD adalah dengan cara melakukan perubahan atau amandemen terhadap UUD 45.

Amandemen sendiri kata Yusril sudah diatur dalam Pasal 37 UUD 45, Pasal 24 sampai Pasal 32, UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah, terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2019, serta Peraturan Tata Tertib MPR.

Menurut Yusril amandemen yang dilakukan bukanlah mengubah pasal-pasal UUD 45 yang ada sekarang secara harfiah. Tetapi, menambahkan pasal baru dalam UUD 45 terkait dengan pemilihan umum.

Pasal 22E UUD 45 dapat ditambahkan pasal baru, yakni Pasal 22 E ayat (7) yang berisi norma “Dalam hal pelaksanaan pemilihan umum sekali dalam lima tahun sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22E ayat (1) tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya perang, pemberontakan, gangguan keamanan yang berdampak luas, bencana alam dan wabah penyakit yang sulit diatasi, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang untuk menunda pelaksanaan Pemilu sampai batas waktu tertentu.

Baca juga: Wasekjen PPP Pertanyakan Motif Para Pengusul Penundaan Pemilu 2024

"Ayat (2), semua jabatan-jabatan kenegaraan yang pengisiannya dilakukan melalui pemilihan umum sebagaimana diatur dalam undang-undang dasar ini, untuk sementara waktu tetap menduduki jabatannya sebagai pejabat sementara sampai dengan dilaksanakannya pemilihan umum," tuturnya.

Dengan penambahan 2 ayat dalam pasal 22E UUD 45 itu, menurut Yusril maka tidak ada istilah perpanjangan masa jabatan Presiden, MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Para anggota dari Lembaga Negara seperti MPR, DPR, DPD tersebut berubah status menjadi anggota sementara, sebelum diganti dengan anggota-anggota hasil pemilu.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas