Prof dr Zubairi Djoerban Cerita Awal Mula Terdeteksi HIV/AIDS di Indonesia
Prof Zubairi menyebut salah satu alasan banyak pasien HIV/AIDS yang putus meminum obat karena merasa sudah bugar.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
Dari kelima itu yang paling tinggi persentasenya yang mana (penularan)?
Yang paling tinggi dari laki ke perempuan, perempuan ke laki, heterogen. Penularan seksual.
Apakah fenomena LGBT di Indonesia yang semakin hari semakin marak justru bisa menjadi pengungkit atau pemicu infeksi HIV AIDS?
Baca juga: Menteri Agama Tegaskan Tak Ada Perspektif dalam Islam Sebut Poligami Bisa Cegah HIV/AIDS
Iya kan dari awal memang mula-mula dulunya di sana. Saya kira edukasi yang berulang-ulang itu ternyata yang banyak orang merasa cukup, ternyata tidak cukup karena masih banyak yang tidak tahu mengenai penularan.
Apakah pasien-pasien HIV AIDS itu bisa direcovery atau disembuhkan dan bagaimana caranya dan kiatnya?
Dulu pada waktu kasus pertama meninggal tahun 1985-1986 semuanya meninggal dalam waktu 2-4 tahun karena belum ada obatnya.
Tahun 1987 mulai ada obat 1 obat 2 dan ada obat 3 ketemu dan dikombinasikan maka selama minum obat teratur maka yang bersangkutan hidup normal bahkan bisa hidup lebih sehat dari umurnya.
Saya selalu tanya kepada pasien dibandingkan teman-teman mu yang seumur jauh lebih sehat karena disini kan diperiksa dokter kalau nggak minum obat diomelin.
Cukup banyak yang bisa amat sehat, sebagian rata-rata. Sebagian lagi putus obat. Sayangnya yang putus obat cukup banyak, putus obat yang banyak ini kemudian setelah 1 tahun, kondisinya menurun, sebagian lain meninggal dan sebagian lagi datang lagi, kemudian diberikan obat lini 2.
Untungnya pemerintah menyediakan obat Anti Retroviral (ARV) gratis seumur hidup.
Jadi pasien-pasien, tapi itu mulainya 20 tahun lalu mulai kehabisan kemudian, awal-awal dulu tim saya, Prof Samsul Rizal punya ide di sini mahal, obat dari Amerika mahal banget waktu itu sekitar Rp4 jutaan.
Pada saat itu kita bisa meyakinkan menteri keuangan mengeluarkan surat bahwa ada pengiriman obat dari luar tidak perlu bea cukai.
Nah pada berikutnya sampai di RS Cipto, kemudian didistribusi, jadi sempat kita diskusi di banyak tempat, pada akhirnya pemerintah ambil alih, dan digratiskan.
Jadi pada waktu itu kombinasi murah, kalau beli sekitar Rp 200-300 ribu. Ada juga kombinasi yang Rp 800 ribu. Nah sekarang tersedia gratis, tersedia di banyak tempat tidak hanya di RS, tapi juga Puskesmas.