Kasus Penganiayaan yang Tewaskan Santri Gontor, Orang Tua Batal Laporkan Pihak Pesantren ke Polisi
Pengacara mengatakan setelah diamati, kasus ini terjadi karena kesalahpahaman dan kurangnya komunikasi pihak Ponpes Gontor dengan keluarga korban.
Editor: Malvyandie Haryadi
"Maka kami yang justru merasa miss gitu, sebenarnya tidak ada hal-hal yang ditutupi dan tidak ada hal-hal yang membuat ponpes lalai," tutur dia.
Terkait soal surat kematian, sambung dia, ketika dokter datang menerima kondisi jenazah korban dan dibawa ke Palembang, saat itu dokter juga tidak melakukan visum.
"Jadi tidak ada niat Ponpes Gontor maupun rumah sakit untuk memanipulasi seperti itu," tegas Titis.
Ditanya soal komunikasi antara Soimah ibu korban dengan pihak Ponpes Gontor, dia mengaku, saat itu Soimah berkomunikasi dengan pihak Gontor melalui orang lain.
Mungkin, karena melalui orang lain menimbulkan penyampaian yang kurang tepat.
"Jadi penyampaiannya kurang tepat, ada miss. Kita disini meluruskan semua gitu," ungkap Titis.
Saat ini, lanjut Titis, pihaknya masih mengawal secara proses hukum. Namun untuk melaporkan Ponpes Gontor, diputuskan tidak akan melakukan penuntutan.
"Karena tidak ada dasar hukum kami melakukan penuntutan, setelah kami melihat fakta-faktanya tidak ada dasar kami melakukan penuntutan," pungkas Titis.
Kronologi dan motif
Kasus santri Gontor berinisial AM (17) yang tewas dianiaya memasuki babak baru.
Polisi telah menetapkan 2 senior korban sendiri menjadi tersangka penganiayaan.
Identitas mereka MFA (18) asal Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat dan IH (17) asal Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung.
Sementara motif kasus ini dipicu masalah ada peralatan kemah yang rusak dan hilang.
Kini kedua tersangka terancam dipenjara 15 tahun akibat perbuatannya.