Pakar Hukum: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Tetap Konstitusional & Terjamin Derajat Demokratis
Menurut dia, secara teoritik, dengan sistem tertutup itu dapat memperkuat sistem Presidensialisme. Ini alasannya.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid, mengatakan mekanisme dan sistem pemilu dengan model "close list propotional" atau sistem proporsional tertutup tetap konstitusional serta terjamin derajat demokratis.
Menurut dia, secara teoritik, dengan sistem tertutup itu dapat memperkuat sistem Presidensialisme.
"Serta penguatan kualitas demokrasi konstitusional Indonesia pada sisi lainnya, negara dapat mengorganize partai politik menjadi lebih kuat, dan aspiratif," kata dia dalam keterangannya pada Kamis (12/1/2023).
Hal tersebut dikatakan untuk merespons polemik diskursus terkait penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024.
Sebanyak delapan partai politik (parpol) yaitu , Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN dan PPP, secara terbuka mengumumkan penolakan wacana tersebut diterapkan pada Pemilu 2024.
Fahri Bachmid berpandangan bahwa hakikatnya diskursus konstitusional berkaitan dengan pilihan-pilihan sistem atau model Pemilu secara konseptual.
Baca juga: Partai Bulan Bintang Dukung Pemilu 2024 Pakai Sistem Proporsional Tertutup, Ini Alasannya
"Idealnya diarahkan kepada sistem Pemilu dan penguatan sistem presidensialisme sebagai sebuah preferensi yang telah diterima dan diatur dalam konstitusi UUD 1945, agar dipertimbangkan untuk merancang kembali desain sistem Pemilu yang mampu memperkuat sistem Presidensialisme pada satu sisi dan serta kualitas demokrasi Deliberatif Indonesia pada sisi lainnya."
Dia menjelaskan, idealnya proposional tertutup memiliki banyak keunggulan, sistem ini mampu meminimalisasi politik uang, karena biaya Pemilu yang lebih murah jika dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka.
"Proporsional tertutup memastikan bahwa masyarakat cukup memilih partai dan nantinya partai yang akan mendelegasikan kader-kader potensial dan terbaiknya keparlemen, sesungguhnya Partai paham betul bahwa siapa kader mereka yang punya kapasitas, integritas, serta yang memahami ideologi dan konsep bernegara,” kata Fahri Bachmid.
Ia menambahkan, secara empirik, Indonesia pernah menggunakan dua varian itu, yaitu pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu tahun 1999, dengan menggunakan daftar tertutup.
Sedangkan pasca-Perubahan UUD 1945, pilihan dengan menggunakan daftar terbuka, dan di praktekan pada Pemilu Legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019.
"Bahkan secara khusus untuk Pemilu 1955 melalui sistem tertutup menghasilkan anggota parlemen yang berkualitas tinggi serta negarawan."
"Hal tersebut dapat dicermati dengan pembahasan serta perdebatan akademik dan politik dalam sidang-sidang konstituante dalam pembahasan UUD definitif, yang mana perdebatan berlangsung secara cerdas dan substansial sesuai kapasitas anggota Parlemen."
"Ini salah satu cerminan bahwa dengan sistem tertutup tentunya Partai dapat mewadahi prinsip representasi dan sekaligus kualitas demokrasi, ini sangat kredible," katanya.
Baca juga: Pembenahan Internal Parpol Dinilai Bisa Tutupi Kelemahan Sistem Proporsional Terbuka