Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, KPK Singgung Politisi Rangkap Pebisnis

KPK merespons Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 atau terburuk pasca-reformasi.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, KPK Singgung Politisi Rangkap Pebisnis
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Ilustrasi. KPK merespons Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 atau terburuk pasca-reformasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengungkapkan bahwa sekarang tidak ada aturan terkait konflik kepentingan melarang politisi merangkap jadi pebisnis.

Hal itu disampaikan Pahala merespons Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 atau terburuk pasca-reformasi.

Pahala memandang diperlukan terobosan perbaikan pada sektor pengadaan barang/jasa dan perizinan.

Data KPK menunjukkan modus korupsi pengadaan barang/jasa tercatat sudah menyentuh angka 277 dan perizinan di angka 25 perkara.

"Politisi, kepala lembaga dan kepala daerah bisa menjadi pebisnis dan tidak ada aturan conflict of interest-nya. Sayangnya, tidak ada yang bergerak membuat perbaikannya," kata Pahala lewat keterangan tertulis dikutip Rabu (1/2/2023).

Pahala menyoroti indikator Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide yang skornya turun signifikan dari tahun lalu 48 menjadi 35.

Berita Rekomendasi

Menurut dia, hal itu menunjukkan para pelaku usaha menghadapi risiko politik dalam berusaha di Indonesia.

"Maka, untuk menekan risiko itu, butuh terobosan dan keinginan untuk bergerak dan berubah bersama-sama secara masif dengan meninggalkan ego sektoral," terangnya.

Baca juga: DPR Yakin Tak Ada Kaitan Merosotnya Skor IPK dengan Revisi UU KPK

Pada sektor politik, KPK memberikan catatan tingginya keterlibatan politisi dalam tindak pidana korupsi.

Salah satu akar masalah adalah pendanaan partai politik.

"Semua orang tahu partai politik enggak ada sumber uangnya kecuali dari bantuan pemerintah yang sangat kecil. Setengah mati kita usulkan ayo dong parpolnya kita perkuat. Pertanyaannya memang ada jaminannya kalau partai kuat enggak ada korupsi? Ya enggak ada," kata Pahala.

"Tapi kan ada upaya logisnya kalau partai politik itu kuat baru dikenakan sanksi, kalau dia tidak terbuka misalnya, baru kita minta pertanggungjawaban untuk kader-kadernya yang duduk di pemerintahan atau yang duduk di DPR," imbuhnya.

KPK, lanjut Pahala, mengharapkan harmonisasi berbagai kebijakan antar-kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang tumpang tindih.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas