Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jimly Asshiddiqie Sebut Ada Motif Tidak Baik di Balik Dugaan Pengubahan Putusan Soal Hakim Aswanto

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyebut ada motif tidak baik di balik dugaan pengubahan substansi putusan pencopotan hakim Aswanto

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Jimly Asshiddiqie Sebut Ada Motif Tidak Baik di Balik Dugaan Pengubahan Putusan Soal Hakim Aswanto
Tribunnews/Naufal Lanten
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie saat ditemui usai menghadiri Sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai ahli, di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/3/2023) 

Dalam ketatnegaraan khususnya di Indonesia, lanjut dia, ada lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif yang dalam hal ini adalah DPR RI.

Jimly menilai bahwa keseimbangan antarlembaga tersebut harus terjalin dengan baik.

Lembaga-lembaga itu pula, lanjut dia, harus menerima jika dalam prosesnya ada produk hukum yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.

“Tentu apa yang diputuskan oleh masing-masing itu tidak mesti harus sama,” ucap Jimly.

Baca juga: MKMK Punya Waktu Hingga Pertengahan April Usut Kasus Perubahan Putusan

“Jadi kalau misalnya putusan pengadilan itu tidak memuaskan bagi politisi di parlemen maupun politisi di eksekutif ya jangan marah, jangan baper. Ini bagi tugas,” katanya.

Ia pun menyoroti sifat ‘baper’ yang dapat diartikan sebagai membawa perasaan yang tercampur dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai penyelenggara negara.

Menurutnya, profesionalitas harus dikedepankan dibandingkan dengan ego pribadi atau kelompok tertentu.

BERITA TERKAIT

“Nah ini penting untuk menjaga demokrasi Pancasila kita, jadi harus dipisahkan perasaan pribadi dengan tanggung jawab institusi.”

“Jadi ada yang marah-marah apa 'kita udah capek bikin undang-undang kok dibatalin hanya dengan waktu sekian minggu lah' ya itu namanya baper, nggak boleh begitu. Itu loh harus dipisahkan, bagi tugas,” katanya.

Di sisi lain, Jimly memahami bahwa mekanisme penetapan ketentuan di DPR adalah dengan menentukan suara terbanyak.

Meski begitu, kata dia, MK tetap mesti mengontrol sebagai pemegang kendali tertinggi di konstitusi.

“Norma tertinggi itu UUD undang-undang dasar. Realita tertinggi UUD juga ujung-ujungnya duit. Ini harus dikendalikan.”

“Jadi jangan hanya karena jumlah, jumlah suara, jumlah saham, itu yang menentukan. Itu neoliberalisme pasar bebas politik, pasar bebas dan ekonomi pasar bebas itu kenyataan yang sekarang ini makin liberal tidak terkendali,” katanya.

“Nah maka perlu pengendali itulah norma tertinggi UUD yang sebenarnya.”

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas